Idul Adha di Maroko jatuh pada hari Senin kemarin tanggal 12 Agustus 2019, berbeda sehari dari kebanyakan negara-negara mayoritas Islam di dunia lainnya termasuk Indonesia yang melaksanakan ibadah Idul Adha pada hari minggu tanggal 11 Agustus 2019.

Idul Adha pun menjadi pengalaman baruku menjalani kehidupan di negeri seribu benteng ini. Suatu keasyikan tersendiri bisa menjalaninya sebagai orang asing di negeri orang lain.

Perayaan Idul Adha di Maroko merupakan salah satu yang paling unik di antara negara  lainnya. Untuk menyambut hari Raya Idul Adha, para pemuda di Maroko menggunakan pakaian wol hingga menyerupai seperti kambing dalam Karnaval Bouljoud, lalu berjalan keliling kampung.

Idul Adha di Maroko lebih dikenal dengan sebutan Ied Kabir (hari raya besar). Kenapa? Karena saat Idul Adha lah, masyarakat Maroko berkumpul dengan keluarga menjadi satu untuk merayakan kebahagiaan dan kebersamaan. Di sini lah letak kesakralan Ied Adha di mata orang-orang Maroko, berbeda dengan Idul Fitri.

Saat Idul Fitri, orang Maroko tidak libur bekerja. Hanya beberapa intansi yang meliburkan karyawannya, warung-warung pun buka dan berjalan seperti biasanya. Tradisi mudik pun tak ditemukan saat Idul Fitri. Saya merasakan keanehan saat Idul Fitri kemarin, karena sepi dan tak ramai.

Berbeda dengan Idul Fitri, Idul Adha menjadi suasana yang saya rasa menjadi kebalikan dari hari raya Idul Fitri. Saat hari raya Idul Adha suasana di jalan terasa begitu hidup. Anak-anak kecil, laki-laki, perempuan, hingga orang dewasa memadati gang-gang di sudut desa.

Ledakan petasan bergemuruh secara bergantian. Tabuhan tobla mengalun keras diiringi takbir. Beginilah suasana Idul Adha yang dapat kita temukan di Maroko, bahkan intansi-intansi di negeri Matahari Terbenam ini sudah diliburkan sehari atau dua hari sebelum hari raya.

Selama Idul Adha, warung-warung dan pasar-pasar akan tutup kurang lebih selama seminggu. Persediaan makanan pokok selama seminggu pun harus disiapkan sebelum hari raya, itu disebabkan karena semua penjual di toko dan di pasar pergi mudik ke kampung halaman berkumpul dengan sanak saudara.

Jadi, Idul Adhanya orang maroko adalah Idul Fitri orang-orang Indonesia.

Pada Ied Kabir, hampir setiap rumah berkurban, baik berkurban kambing maupun domba. Bahkan sampai keluarga miskin pun berkurban. Di Maroko, tradisi berkurban menjadi seperti wajib dari yang kaya sampai yang miskin, mereka rela meminjam uang di bank dengan bungan nol dirham untuk berkurban, jika dalam satu rumah ada tiga keluarga, maka masing-masing menyembelih satu ekor kambing, seperti saat kita kecil kalau lebaran belum beli baju baru, kayaknya belum afdhal lebaranya.

Tradisi yang sudah mengakar ini lah yang menjadikan Idul Adha lebih meriah buat mereka. Mereka berbahagia karena bisa membahagiakan anak-anaknya dengan menyembelih sendiri.

Pada hari pertama tanggal 10 Dzulhijah, setelah melaksanakan salat Ied berjamaah di lapang luas, dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban. Jika di tanah air setelah disembelih maka daging kurban langsung dibagikan kepada yang berhak menerimanya, lain hal nya di Maroko.

Setelah disembelih, daging kurban digantung secara utuh setelah diambil bagian dalamnya dan kepalanya. Daging kurban mereka inapkan selama semalam sebelum dipotong-potong.

Hal yang pertama kali mereka lakukan ialah mengambil hati hewan kurban kemudian disate yang disebut dengan kabab,  biasanya mereka secara bersama-sama memakannya dengan teh na’na khas Maroko.

Pada waktu makan siang mereka memakan taqliya, yakni usus dan jenis dalaman lainnya yang diambil dari daging kurban dengan markah, yakni jenis masakan Maroko. Mereka memakannya bersama-sama dalam satu meja. Pada sore hari barulah acara silaturrahim, saling berkunjungnya famili, sanak saudara dan kerabat.

Kepala hewan kurban mereka panggang, kemudian dimasak secara utuh dalam makanan khas Maroko “couscous” berupa gandum yang dikukus kemudian dihiasi dengan berbagai macam sayuran di atasnya. Dihidangkan dalam sebuah piring besar dan dimakan secara bersama-sama.

Couscous merupakan makanan khas Maroko yang tradisinya merupakan menu makanan setiap hari Jumat. Itulah rangkaian kegiatan pada hari Ied Kabir di Maroko.

Oh ya, menutup tulisan singkat tentang tradisi unik Ied Adha di Maroko. Ada satu ucapan selamat yang asik nan unik yang biasa di lontarkan orang-orang maroko saat Ied Adha, yaitu ’Awasyir Mabroukah.

Jika kita bertemu mereka dan mengucapkan “Ied mubarouk Sa3d ya khuya!” (Selamat Hari Raya, saudara ku!)

Maka ia akan menjawab “’Awasyir Mabroukah ‘alaina wa ‘alaikum” (Semoga 10 hari Dzulhijjah membawa keberkahan untuk kami dan kalian).

Ucapan ini merujuk hadis nabi yang menunjukan keutamaan sepuluh hari awal di bulan Dzulhijjah.

Awasyir Mabroukah Ayuhal Qaari!

 

Artikel ini juga tersedia dalam bahasa:
English

Leave a Response