Dalam segi kebencanaan, letak geografis Indonesia kurang menguntungkan. Diapit empat lempeng aktif (Lempeng Pasifik, Lempeng Filipina, Lempaeng Indo-Australia, dan Lempeng Eurasia) serta dilintasi ring of fire (cincin api) membuat Indonesia kerap mengalami bencana baik tektonik, tsunami maupun letusan gunung berapi dan gempa vulkanik.

Selain bencana alam di atas, Indonesia juga kerap kali mengalami bencana alam yang bersifat hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, puting beliung, cuaca ekstrem, dan kebakaran hutan. Bencana di Indonesia merupakan suatu keniscayaan.

Menurut Geoportal Data Bencana Indonesia, update jumlah bencana di Indonesia ada 12 gempa bumi, 0 gunung api, 89 Kebakaran hutan, 1 kekeringan, 724 banjir, 355 tanah longsor, 674 cuaca ekstrem, dan 11 gelombang pasang/abarasi. Total ada 1866 kejadian bencana dengan korban kurang lebih 2 juta penduduk yang mengungsi, 95 meninggal, 668 luka-luka dan 14 orang hilang. Tentu data ini belum termasuk berbagai kerusakan yang ditimbulkan.

Sejarah manusia tidak bisa dipisahkan dari bencana. Manusia terus bergumul untuk menghindari bencana (free from disaster). Praktik ini kemudian melahirkan apa yang disebut mitigasi bencana (Anies: Negara Sejuta Bencana, 2017: 15-17).

Beberapa bencana alam memang tidak dapat dihindari, tetapi bisa diminimalisir dampaknya. Salah satunya melalui mitigasi bencana. Dengan kondisi geografis sedemikian serta bukti historis tentang bencana alam di Indonesia, sudah sepatunya pemerintah memasukkan mitigasi bencana ke dalam kurikulum pembelajaran di sekolah.

Data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menyebutkan ada 62.687 satuan pendidikan dan lebih dari 12 juta peserta didik terdampak bencana baik alam maupun non alam pada tahun 2015-2019. Selain itu 60 juta peserta didik tidak bisa menikmati belajar di sekolah karena terdampak pandemi covid-19.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) 2020-2024. Konsep dan pengaturan penyelenggaraan program SPAB sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2019.

SPAB memiliki 3 pilar, yaitu pilar (1) fasilitas satuan pendidikan yang aman bencana, pilar (2) manajemen penanggulangan bencana di sekolah, dan pilar (3) pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana, yang bertujuan untuk melakukan integrasi pencegahan dan pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan belajar mengajar.

Jika melihat program yang disusun oleh kemendikbud ini, seharusnya program mitigasi bencana dari sekolah sudah berjalan dengan baik. Tetapi fakta di lapangan tidak demikian. Pengetahuan mitigasi bencana menjadi pelengkap dalam bab bencana alam pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Geografi. Harusnya, dengan data-data yang dimiliki pemerintah, ada waktu khusus yang membahas mitigasi bencana dari teori hingga praktik dalam pembelajaran di sekolah.

Ada beberapa sebutan bencana dalam Islam: mushibah, adzab, bala’, fitnah, ba’sa, su, tahlukah (Syadzili, 2007: 14-9). Syadzili dalam Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat dalam Perspektif Islam (2007: 14-21) menyebut beberapa kategori bencana. Pertama, sebagai ujian atas keimanan dan kesabaran sebagai manusia (QS. Al Baqarah (2): 155), kedua sebagai peringatan agar tunduk kepada Allah (QS. Yunus (10): 44), dan ketiga sebagai hukuman atas apa yang dilakukan manusia dan agar manusia segera meminta ampunan kepada Allah (QS. Al Baqarah (2): 59).

Islam juga memiliki konsep mitigasi bencana (Syadzili, 2007: 79). Penanggulangan bencana dalam perspektif Islam digambarkan melalui sebuah siklus. Bencana-tanggap darurat (QS. Al Maidah 5:2) – Rehabilitasi (QS. Ar Ra’d 13:11) – Rekontruksi (QS. Asy syu’araa 26:151-152) – Pencegahan (QS. Al A’raaf 7:56) – Mitigasi (QS. Yusuf 12:47-48) – Kesiapsiagaan (QS. Hud 11:81, al Hijr 15:165) – Bencana.

Konsep yang ada di Islam ini semakin meneguhkan sebagai rahmatan lil alamiin (M. Imam Zamroni: Islam dan Kearifan Lokal dalam Penanggulangan Bencana di Jawa: 2011: 5). Mitigasi bencana bertujuan untuk mengurangi segala dampak yang berpotensi ditimbulkan oleh bencana baik alam maupun non alam.

Dengan dasar-dasar baik hukum Indonesia, sejarah, serta Islam, sudah sepatutnya mitigasi bencana mendapatkan tempat dalam kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah.

Leave a Response