Memiliki rumah tangga yang harmonis selalu menjadi idaman bagi setiap pasangan yang sudah menikah. Namun, seringkali dalam sebuah keluarga, ada saja masalah melanda silih berganti dalam berbagai bentuk.

Semakin banyak masalah, maka semakin diuji pula kekuatan dan kerekatan dalam hubungan rumah tangga. Badai masalah dapat menjadikan rumah tangga semakin kuat dan kokoh, meski tidak sedikit yang gagal (bercerai).

Masalah bisa lahir dari macam-macam sebab. Hukum alam “sebab-akibat” bisa juga berlaku dalam keluarga. Semisal si suami; mendapat penghasilan yang kurang memadai (sebab). Akhirnya si istri akan marah-marah merasa kebutuhan dan belanjanya tidak dipenuhi (akibat).

Ada banyak hal yang bisa menjadi masalah dalam berkeluarga. Sehingga massalah tersebut bisa menyulut api pertengkaran terjadi hampir setiap hari.

Tentu setiap pasangan suami-istri tidak menginginkan setumpuk masalah melanda rumah tangganya. Tetapi, ego masing-masing suami dan istri kadang memantik sumbu api masalah. Masalah yang kecil diperbesar, hingga tidak menemui titik terang dan kejelasan. Masalah yang tidak perlu dipertengkarkan seperti makin dipanas-panasi.

Oleh sebab itu, sebaiknya meredam masalah-masalah yang tidak perlu. Anggaplah selesai meski dalam hati tidak dapat menerima. Lagi-lagi masalah kecil dan tidak ada guna untuk diperbesar. Akibatnya ketika masalah yang tidak layak diperbesar harus membengkak, bukan tidak mungkin ketika harus bercerai dengan alasan konyol. Alasan yang tidak dapat diterima oleh orang-orang yang berpikir dewasa.

Tetapi, bagaimana jika masalah tersebut adalah masalah yang besar? Yang sekiranya tidak terpenuhi hak-hak sebagai suami-istri karena hal tersebut. Tentu hal tersebut dapat juga memicu pertengkaran bahkan tahap perceraian. Hanya saja bukan barang muhal jika masalah sebesar apa pun bisa selesai dengan baik.

Semisal masalah yang bersangkutan dengan ekonomi keluarga, tentang kebutuhan yang tidak terpenuhi baik untuk suami atau pun istri. Hal-hal demikian yang bisa membuat keharmonisan semakin asing dalam keluarga.Sudah tidak mengherankan jika setiap hari hanya didapati sebuah pertengkaran.

Esensi dari seluruh tips ini adalah meredam emosi dalam diri suami-istri. Sebab sumber segala masalahnya dalah ego itu sendiri. Ketika ego sudah bisa diredam, artinya sumber masalah sudah tertutup dengan sendirinya.

Berikut enam (6) tips-tips menjaga rumah tangga atau keluarga agar tetap harmonis menurut Islam, sebagaimana dikutip dari buku Nur Zain berjudul ‘Muslimah Smart’.

Baik suami atau istri, berbagi sebuah keluh kesah adalah kewajiban. Tidak boleh menyimpan keluh kesah—yang berkaitan dengan apapun—sendirian. Keluh kesah harus saling dibagikan dan kemudian dicarikan jalan keluarnya.

Dengan begitu, egoisme memang harus dikebelangkan dengan cara bermusyarawah untuk jalan keluar yang ideal. Artinya, seluruh masalah di sini harus dihadapi bersama-sama dan itu terlihat lebih tangguh. Kalau tidak bisa menghadapi sendirian, berdua akan lebih kuat dan tidak mencemaskan.

Bisa dilihat adegan dalam telivisi, hal-hal kecil yang dilakukan istri-suami. Semisal ketika hendak berangkat kerja, si istri memasangkan dasi suami. Hal-hal kecil tersebut yang bisa memantik keharmonisan semakin erat. Hubungan emosional suami-istri akan bermula dari hal-hal kecil yang berkesan.

Seperti ketika suami pulang bekerja, istri harus memberi senyum hangat atau apa pun yang bisa menyenangkan si suami. Begitu pun sebaliknya, kecerdasan dalam hal kecil dapat digali sendiri-sendiri.

Selalu menjaga ucapan juga tidak kalah penting, suami atau istri yang baik akan menjaga perasaan pasangannya. Sebab, lidah yang tidak bertulang mampu mengalahkan duri yang tajam. Ketika perasaan sudah terluka sedemikian dalam akan membutuhkan waktu yang lama untuk menyembuhkan.

Maka, harus benar-benar hati-hati dalam melontarkan ucapan, bahkan dalam keadaan bertengkar sekali pun. Karena yang akan terus diingat bukanlah kejadian, melainkan ucapan.

Hal yang tidak disenangi adalah mengungkit semua yang sudah terjadi. Utamanya masalah-masalah yang terjadi di masa sebelumnya tidak perlu diungkit kemudian. Ketika berani mengungkit, artinya sudah menghidupi bekas api yang padam.

Dengan seketika akan kembali berkobar. Masalah yang sudah terlewati biarkan terlewati, fokus saja ke depan. Jangan pikirkan yang ada di belakang, apalagi yang paling bisa memantik pertengkaran.

Ketika selesai sebuah pertengkaran, meminta maaf adalah salah satu jalan. Maka dalam permintaan maaf, tidak boleh ada yang menyulitkan. Bukalah hati selebar mungkin untuk memaafkan, terimalah setiap yang terjadi sebelumnya.

Ketika pintu maaf dipersulit, seorang peminta maaf (suami-istri) akan lelah untuk meminta-minta. Katakanlah bahwa setiap kesalahan adalah mempunyai jalan pemaafan. Artinya tidak akan pernah ada dendam yang berkepanjangan dan menimbulkan pertengkaran lain di belakang.

Ketika suami dan istri sudah menceritakan keluh-kesahnya, maka tugas yang paling utama adalh menumbuhkan rasa simpati dan empati. Keluhan tersebut tidak hanya sebuah keluhan biasa, tetapi diatasi dan diemban bersama-sama.

Dua hal ini wajib ada di setiap tubuh keluarga. Kalau tidak, keretakan lebih berpeluang muncul dari lubang ini. Tidak sedikit orang yang merasa tidak diperhatikan dan akhirnya mendapati sebuah keluarga yang berantakan. Akhir dari itu, egoisme harus selalu dikebelakangkan.

Demikian tips-tips untuk rumah tangga agar selalu harmonis dengan cara menghadapi berbagai masalah keluarga secara bijak. Wallahu a’lam.

Leave a Response