Menag Yaqut: Kita Berhutang Banyak pada Aksara Pegon
Jakarta, IQRA.ID – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa umat Islam Indonesia berhutang banyak pada Aksara Pegon. Menurutnya, bila tidak ada Aksara Pegon, generasi saat ini tidak akan merasakan nikmatnya menjadi Muslim Nusantara.
Hal itu disampaikan Menag Yaqut dalam pembukaan Kongres Aksara Pegon bertajuk “Mengawal Peradaban melalui Digitalisasi Aksara Pegon” yang digelar di Jakarta, Jumat (21/22/2022).
“Aksara Pegon menjadi salah satu media dakwah dan syiar Islam para wali terdahulu,” terang Menag Yaqut.
Ia mencontohkan suluk beraksara Pegon yang digunakan Sunan Bonang untuk menyebarkan ajaran Islam. Dunia kontemporer, lanjut Menag, juga mengenal beberapa karya ulama Nusantara yang ditulis dengan aksara Pegon seperti kitab Tafsir Al-Ibriz karya Kiai Bisri Mustofa.
“Itu, sekali lagi menunjukkan bahwa Aksara Pegon digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam,” tuturnya.
Selain media penyebaran ajaran Islam, menurut Gus Men, demikian sapaan akrabnya, Aksara Pegon juga menjadi media penulisan sastra. Banyak manuskrip beraksara Pegon yang berisi puisi atau hikayat.
“Misalnya “Lontar Yusup”, sebuah puisi naratif yang mengisahkan kehidupan Nabi Yusuf,” lanjut putra Kiai Cholil Bisri itu.
Aksara Pegon juga berfungsi sebagai media komunikasi. Menag Yaqut mengisahkan bahwa dulu raja-raja di Nusantara berkirim surat satu sama lain dengan Aksara Pegon. Menurutnya, itu adalah bagian dari strategi komunikasi mereka.
“Dengan berkomunikasi menggunakan Aksara Pegon, kaum kolonial tidak paham dengan isi komunikasi itu,” ujarnya.
Hal itu, menurutnya, sebagaimana strategi yang digunakan Kiai Wahab Chasbullah ketika menulis syair “Ya Lal Wathan”. Syair ini berisi ajaran cinta Tanah Air, tetapi karena ditulis menggunakan Bahasa Arab, penjajah tidak paham.
Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan, Aksara Pegon juga digunakan untuk menulis mantra. Pria yang juga ketua umum GP Anshor itu menjelaskan bahwa para kiai banyak yang menulis mantra dengan Aksara Pegon.
“Kalau kita menerima mantra-mantra dari para kiai, itu isinya Pegon semua,” jelasnya.
Oleh karena memiliki fungsi yang sedemikian banyak, laki-laki asal Rembang Jawa Tengah, itu berpesan agar masyarakat merawat dan melestarikan Aksara Pegon. Hal itu, lanjutnya, adalah cara membayar hutang generasi saat ini kepada ulama-ulama terdahulu yang mewariskan Aksara Pegon.
Di hadapan ratusan peneliti Aksara Pegon Menag berpesan perlunya dilakukan inovasi-inovasi agar Pegon dapat beradaptasi dengan zaman. Pasalnya, di era digital ini, hampir semua hal dapat diakses dengan komputer atau telepon pintar.
“Saya berharap melalui kongres ini nanti ada kesepakatan bukan hanya mengenai standardisasi dan pembakuan, tetapi juga digitalisasi Aksara Pegon agar sesuai dengan kebutuhan zaman,” pungkasnya. (MS)
sumber gambar: kemenag.go.id