Salah-satu syarat sah shalat adalah suci dari hadas kecil. Untuk bisa suci dari hadas kecil caranya adalah dengan berwudhu. Satu kali wudhu bisa digunakan untuk melakukan shalat berkali-kali.

Tentu saja ketentuan ini berlaku bila tidak ada hal-hal yang membatalkan wudhu. Namun, tak jarang timbul keraguan dalam benak seseorang, apakah wudhunya sudah batal atau belum batal. Sementara posisinya hendak menunaikan shalat. Lantas haruskah ia berwudhu lagi?

Jika seseorang ragu apakah wudhunya sudah batal atau belum, maka wudhunya dihukumi tidak batal sehingga ia tidak perlu wudhu lagi ketika hendak menunaikan shalat. Sebab, pada dasarnya wudhu yang ia punya tidak batal dan tetapnya wudhu tidak bisa dirusak oleh keraguan.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخْرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

“Apabila salah seorang dari kalian mendapati sesuatu dalam perutnya lalu ragu apakah keluar sesuatu (semisal kentut) atau tidak maka janganlah keluar dari masjid sampai ia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Muslim)

Hadis ini memberikan pemahaman bahwa wudhu tidak batal lantaran keraguan yang tidak beralasan. Wudhu baru dihukumi batal jika diyakini telah terjadi hal-hal yang membatalkan wudhu. (Kitab Murā’atu al-Mafātih, Juz II, hal. 25)

Syekh Abu al-‘Alā menukil pendapat Imam Nawawi dalam kitabnya Tuhfatu al-Ahwadzi Juz I halaman 208 mengatakan:

مَنْ تَيَقَّنَ الطَّهَارَةَ وَشَكَّ فِي الْحَدَثِ حُكِمَ بِبَقَائِهِ عَلَى الطَّهَارَةِ ولا فرق بين حصول هذا الشَّكِّ فِي نَفْسِ الصَّلَاةِ وَحُصُولِهِ خَارِجَ الصَّلَاةِ هَذَا مَذْهَبُنَا وَمَذْهَبُ جَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ مِنَ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ

“Barangsiapa meyakini dirinya telah berwudhu sebelumnya lalu ragu apakah wudhunya batal atau tidak, maka wudhunya dihukumi tidak batal. Baik keraguan ini muncul dalam shalat atau di luar shalat. Ini merupakan pendapat Mazhab Syafi’i dan Mayoritas Ulama baik dari generasi Salaf maupun Khalaf.”

Sampai di sini bisa ditarik kesimpulan bahwa seseorang yang punya wudhu lalu ragu apakah wudhunya batal atau tidak, tetap dihukumi punya wudhu. Oleh-karenanya ia tidak perlu berwudhu lagi bila hendak menunaikan shalat.

Sebagai penutup, seyogyanya dalam menjalankan ibadah seorang muslim jangan sampai terjebak ke dalam keraguan yang tak beralasan. Sebab keraguan yang tak beralasan adalah bisikan setan. Rasulullah Saw. bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَأْتِي أَحَدَكُمْ فَيَنْفُخُ بَيْنَ إِلْيَتَيْهِ، وَيقُولُ: أَحْدَثْتَ، أَحْدَثتَ، فَلاَ يَنْصَرِفَنَّ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتاً، أَوْ يَجِدَ رِيحاً

“Sesungguhnya setan mendatangi salah seorang dari kalian lalu meniup di antara pantatnya seraya berbisik “Engkau telah berhadas, engkau telah berhadas”. Maka jangan sekali-sekali beranjak (untuk berwudhu lagi) sampai ia mendengar suara atau mencium bau”. (HR. Bukhari)

Demikian penjelasan kondisi seseorang ketika ragu sudah batal wudhu atau belum khususnya saat hendak melakukan ibadah shalat. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi-shawab.

Topik Terkait: #Fikih#Hukum Fikih

Leave a Response