Setiap manusia tentu saja mendambakan sebuah perkawinan yang harmonis dan bertahan lama. Akan tetapi, fakta menunjukkan masih banyak pasangan yang berujung pada perceraian akibat konflik yang dialaminya. Terlebih adanya wabah virus Covid-19 membuat angka perceraian semakin melambung tinggi.

Sebanyak 60.054 kasus perceraian gugat dan 20.211 kasus perceraian talak tercatat dalam data direktori putusan Pengadilan Agama Bandung per tanggal 08 Oktober 2020. Angka yang mengerikan ini akan terus meningkat sebagai dampak dari wabah Covid-19. Sebab secara tidak langsung, adanya Covid-19 di Indonesia sedikit banyaknya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk aspek ekonomi yang dapat memicu terjadinya perceraian.

Perceraian memang tak dapat dielakkan ketika masing-masing pasangan dibenturkan dengan berbagai faktor penghambat keharmonian keluarga. Padahal, perceraian akan melahirkan hal-hal negatif yang harus ditanggung oleh pasangan. Dalam konteks Islam, kasus perceraian juga mengundang murkanya Allah karena banyak mengandung mudharat. Oleh karena itu, diperlukannya campur tangan pemerintah untuk melakukan tindakan yang mengarah pada ketahanan keluarga.

Salah satu Tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya pengurangan terhadap kasus perceraian yakni pengadaan bimbingan konseling pranikah. Layanan bimbingan perkawinan ini merupakan program yang dijalankan dan menjadi kewenangan dari KUA, sesuai dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 39 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama Pasal 2 disebutkan bahwa fungsi KUA adalah: (1) Pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan, dan pelaporan nikah dan rujuk; (2) Penyusunan statistik, dokumentasi, dan pengelolaan sistem informasi manajemen KUA; (3) Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga KUA; (4) Pelayanan bimbingan keluarga sakinah; (5) Pelayanan bimbingan kemasjidan; (6) Pelayanan bimbingan pembinaan syariah; serta (7) Penyelenggaraan fungsi lain di bidang agama Islam yang ditugaskan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.

Kajian tentang bimbingan pranikah sejauh ini dapat dilihat dari 3 perspektif, yaitu strategi konseling perkawinan, implementasi bimbingan perkawinan, dan efektifitas serta kemanfaatan dari bimbingan perkawinan. Namun, ketiga perspektif di atas tidak cukup untuk mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya perceraian. Perlu dibuat pola yang ideal terhadap bimbingan perkawinan sebagai tujuan penelitian ini sehingga keinginan menjadikan masyarakat berkehidupan yang sejahtera dan terhindar dari peceraian dapat tercapai, terutama di masa pandemi.

Kajian ini menganalisis aspek yang dapat menghambat implementasi hasil dari bimbingan perkawinan yakni terciptanya keluarga yang bahagia, terhindar dari perceraian. Selain itu, kajian ini memuat bahan-bahan yang diajarkan dalam program bimbingan perkawinan dan akan dikaji pula tentang pola baru yang dapat diterapkan oleh KUA dalam proses pembekalan awal pernikahan bagi calon pengantin.

Adapun tahapan dalam kajian ini dilakukan dengan menyajikan data terkait aspek-aspek yang terkena perubahan karena peraturan protokol kesehatan Covid-19, termasuk pada aspek berkurangnya keharmonisan dalam keluarga hingga pada tahap perceraian. Kemudian dilakukan tinjauan terhadap pola yang digunakan dalam bimbingan perkawinan hingga ditemukan konsep ideal yang seharusnya tersusun dalam layanan bimbingan perkawinan tersebut. 

Temuan Penelitian

Selama masa pandemi, masyarakat diwajibkan untuk menaati aturan protokol yang telah dihimbau oleh pemerintah. Hal ini membuat sejumlah lapangan pekerjaan atau tempat layanan masyarakat khususnya Kantor Urusan Agama (KUA) sedikit merubah kebijakan mereka bahkan sebagian memilih untuk meniadakan layanan bimbingan tersebut.

KUA Sleman Yogyakarta misalnya, mereka akan tetap mengadakan layanan tersebut akan tetapi dengan konsep yang berbeda dimana surat keterangan atau sertifikat bimbingan perkawinan dapat diperoleh calon pasangan pengantin setelah keduanya memperoleh wejangan atau nasihat keagamaan dari tokoh agama maupun dari penyuluh yang ditunjuk oleh KUA dengan pertemuan mandiri.

Adapun pola yang harus diperbaiki dari layanan bimbingan yakni terletak pada substansi materi yang diberikan oleh fasilitator saat pelaksanaan bimbingan perkawinan. Materi yang diberikan tidak hanya seputar keagamaan akan tetapi aspek lainnya juga perlu dibimbing.

Berdasarkan modul yang dikeluarkan yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina KUA dan Keluarga, aspek tersebut memuat 1) penjelasan tentang pemahaman terhadap masing-masing calon pengantin, pedoman mempersiapkan perkawinan, pengelolaan dinamika perkawinan, pemenuhan kebutuhan keluarga, dan 2) pemahaman tentang kesehatan produksi penyiapan generasi berkualitas, dan pengelolaan konflik perkawinan.

Berbicara mengenai konflik perkawinan, faktor ekonomi dan pertengkaran merupakan dua alasan utama terjadinya perceraian. Maka untuk menghadapi problematika ini, maka pemerintah mempunyai peranan penting untuk menemukan upaya terhadap peningkatan ekonomi masyarakat, termasuk dengan upaya pembekalan kewirausahaan bagi calon pengantin.

Selain itu, calon pengantin juga perlu dibekali dengan materi mengenai pendidikan anak serta materi Kesehatan reproduksi dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan berkualitas. Sebagai upaya membentuk pola ideal dalam bimbingan pranikah, maka pola harus di restrukturisasi dengan meliputi beberapa hal yakni pemahaman masing-masing pasangan, pembekalan kewirausahaan, pemahaman tentang pendidikan anak serta materi kesehatan reproduksi. (ANS)

 

*) Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Fikriya Malihah (Peneliti pada Balai Litbang Agama Jakarta) yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama tahun 2020.

Topik Terkait: #Hasil Penelitian

Leave a Response