Jumat BerkahPada hari Jumat berkahSebelum masjid penuh jemaahYang berserah menghadapkan wajahPermadani luas terhamparAyat suci mengantarLangit kubah dan menara bergetarSebuah pertemuan
Ini jiwa dan hatiKupersembahkan kepada-MuDan siang dan malamAku ingin kosong.*Aku hanya inginTangan-hati-MuMemelukku.* Aku mau lapar hauskuHanya untuk-MuKarena aku sebutirDebu yang fakir.*Kalau
Siapa sangka, di balik kepalanya yang hampir copot terdapat pengabdian yang tiada duanya.Aku masih keras berpikir, apakah orang yang cacat
Perempuan itu bukan tempat kamu halakan sindiran Bukan untuk kamu menderu kutukan Bukan untuk sesedap perlecehan Bukan untuk disorak ibu
Kupuisikan doamu dengan segenggam kefakirankuAku berharap, malaikat juga merindukan sajakmu Datanglah ke rumahku, itu pintamuHaruskah kulewati titianAgar masaku dapat bertemu rumahmu Ratusan
TUBUH MAGRIB Akulah tubuh magrib ituhening terbaringtafsir-tafsir daun kering Suara azan dan debur ombaksamar di antara bulu merah burung senja Sempurnalah wajah
Pagi ini hujan lebat mengguyurkembali tidur bagi yang lembursuara gemericik air menyanggah panca indrakudi sela semilir angin menusukingatanku kembali padamu;
Perlu ditegaskan lebih dahulu, apakah jagat sastra Indonesia belakangan ini, menunjukkan gelagat untuk cenderung terserap ke dimensi yang lebih transenden
Puisi Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana – KH Mustofa Bisri atau Gus Mus merupakan ulama yang lahir di
Namaku Sekar, akhirnya aku memberanikan diri membuat catatan ini. Jika kalian membaca catatan ini, anggap saja ini bukanlah kisah nyata.