Menteri Agama menerbitkan Surat Edaran melalaui SE.04/2021 yang berfungsi untuk panduan bagi umat Islam Dalam menjalani ibadah Ramadan selama masa pandemi Covid-19 agar tetap aman dan sesuai syariat.
Dari banyak survei, ketaatan pada protokol kesehatan (prokes) menjadi tantangan serius. Antara lain, Survei Covid (Apr 2020), New Normal (Juni 2020), dan Vaksinasi (Des 2020), responden (umat) banyak yang mengabaikan aturan prokes.
Berangkat dari masalah tersebut, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama melakukan penelitian terkait bagaimana gambaran realitas masyarakat menjalani Ramadan 2021 di masa pandemi ini, kemudian apakah SE Menag 04/2021 dilaksanakan oleh umat Islam.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan survei secara online dengan cara menyebarkan link berisi angket ke masyarakat secara luas & tersebar. Survei ini menggunakan metode accidental sampling (non probabilitas) yang non inferensial, artinya tidak bisa digeneralisasi untuk seluruh populasi.
Meski begitu, survei berhasil menjaring 2.012 responden yang tersebar di 34 provinsi, sehingga mendekati profil seluruh populasi muslim di Indonesia. Sedangkan responden adalah pemeluk Islam di Indonesia, 231.069.932 jiwa (Kemenag Dalam Angka, 2020).
Angket dikembangkan dari SE Menag dan FGD tim peneliti pada 23 April. Setelah di-tryout-kan (23-25 April), angket disebar pada 26-30 April 2021 (persis setelah 2 minggu umat Islam menjalani aktivitas Ramadan).
Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang dilakukan oleh Tim Peneliti yang dikoordinatori oleh Akmal Salim Ruhana, maka survei menggambarkan secara umum responden berupaya mematuhi prokes dan sesuai tuntutan Surat Edaran.
Pandemi juga tak menghalangi mayoritas responden (97,09%) untuk berpuasa. Sementara itu, 62,59% responden memilih tarawih di rumah.
Kemudian, pada saat ke masjid, umumnya (88,6%) mengaku taati prokes. Khusus bagi responden laki-laki, 93,93 persennya melaksanakan Jumatan di masjid dengan prokes, sedangkan 4,02% menggantinya dengan shalat Dzuhur, dan hanya 0,08% yang ikut Jumatan Online.
Kondisi ini sebangun dengan komposisi muslim Indonesia. Sebanyak 48% responden berusia 26-55 tahun dan 34% usia 40-55 tahun, umumnya pengguna media sosial.
Sebanyak 56 persen responden adalah laki-laki, pada umumnya berpendidikan baik dan telah bekerja. Lalu terdapat 50,65% mengaku bagian atau dekat dengan ormas NU, lalu 18,64% Muhammadiyah, 5,37% ormas lainnya, dan 25,35% mengaku tak berafiliasi dengan ormas. Sedangkan sejumlah 23,76% responden adalah pengurus masjid, dan lainnya umat biasa.
Hasil survei pun menggambarkan responden umumnya (92,64%) berzakat dengan menitipkan pada BAZNAS/LAZ, dan 91,28% setuju ZIS didayagunakan untuk yang terdampak pandemi.
Terkait Idulfitri, mayoritas (94,18%) akan ikut shalat Ied di masjid atau lapangan, dan hanya 18,63% yang berencana akan mudik. Sementara itu, silaturahmi via video call menjadi pilihan sebanyak 85,54% responden.
Jika dibandingkan dengan temuan tiga (3) survei sebelumnya, ada tren responden (umat) semakin sering ibadat dan beracara-bersama di rumah ibadat, sementara acara daring menurun intensitasnya.
Kemudian terkait prokes, dalam 2 minggu terakhir, umumnya responden mematuhi 5M, hanya saja agak kurang dalam “(M)enjauhi kerumunan” dan “(M)embatasi mobilitas.” Perbandingan antar-survei, ada tren mereka semakin sering keluar dari rumah dan kurang menjaga jarak.
Dari analisis-silang, diketahui semakin muda usia responden semakin abai terhadap prokes 5M. Selain itu, penerapan prokes semakin longgar pada responden di zona hijau. Responden yang umumnya mendapat informasi Covid-19 dari medsos ini, hanya 38,39% yang tahu dan paham Surat Edaran Menag terkait panduan ibadat Ramadan.
Demikian halnya regulasi penggunaan pengeras suara, hanya 28,44% yang tahu dan paham isi regulasi ini. Lainnya hanya tahu keberadaan atau bahkan tidak tahu sama sekali.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan-temuan di atas, maka Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan merekomendasikan beberapa hal:
Pertama, Surat Edaran 04/2021 perlu lebih masif disosialisasikan. Penyuluh agama Islam dapat dioptimalkan menyosialisasikannya dan mengawal pelaksanaannya.
Kedua, masjid-masjid perlu difasilitasi perangkat prokes, seperti thermogun dan disinfektan, terutama masjid di ruang publik atau masjid transit.
Ketiga, pengurus masjid agar mengangkat petugas khusus untuk mengawal penerapan prokes di masjid.
Keempat, ormas Islam agar secara sinergis membantu sosialisasi dan pelaksanaan kebijakan penanganan Covid-19.
Kelima, umat perlu terus diingatkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan di manapun, dalam konteks ini, saat ibadat-bersama di masjid. (mzn)
Baca hasil penelitian selengkapnya: Puslitbang Kemenag
Gambar ilustrasi: Madaree TOHLALA / AFP