Tarawih merupakan salah satu shalat sunah yang agung di bulan Ramadan. Lumrahnya, seorang Muslim menunaikan ibadah shalat tarawih dengan format dua rakaat satu salam. Namun sebagian kelompok melaksanakan shalat tarawih dengan format 4 rakaat dengan satu salam. Bolehkah demikian?
Berikut ini pendapat ulama fikih 4 mazhab perihal format rakaat dengan satu salam dalam pelaksanaan shalat tarawih.
Pertama, Hanafiyah berpendapat bahwa boleh (sah) tarawih dengan format seperti kasus di atas yakni 4 rakaat satu salam. Bahkan, Hanafiyah mengatakan boleh shalat tarawih dengan seluruh jumlah rakaatnya menggunakan satu salam.
Namun syaratnya ia harus duduk setiap dua rakaat. Hal ini dikarenakan orang tersebut sudah melakukan seluruh rukun-rukun shalat beserta syarat-syaratnya.
Kedua, Malikiyah berpendapat bahwa sunah menunaikan shalat tarawih dengan format dua rakaat satu salam. Begitu juga, makruh melakukan shalat tarawih dengan format 4 rakaat satu salam.
Sehingga menurut pendapat ini, pelaksanaan shalat tarawih dalam kasus di atas hukumnya adalah makruh.
Ketiga, Syafi’iyah berpendapat bahwa shalat tarawih dengan format 4 rakaat satu salam hukumnya adalah tidak sah. Oleh karena itu, shalat tersebut menjadi batal jika dilakukan secara sengaja dan dikerjakan oleh orang yang mengetahui terhadap hukumnya.
Mereka beralasan bahwa shalat tarawih diserupakan dengan shalat fardhu (wajib) dalam hal dituntutnya untuk berjamaah. Sehingga format shalat tarawih tidak boleh dirubah dari asal pensyariatannya.
Keempat, Hanabilah tidak berkomentar terkait permasalahan ini (format rakaat dalam satu salam di shalat tarawih).
Keterangan itu ada dalam kitab Al-Mausu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaithiyah:
وَاخْتَلَفُوا فِيمَنْ صَلَّى التَّرَاوِيحَ وَلَمْ يُسَلِّمْ مِنْ كُل رَكْعَتَيْنِ:
فَقَال الْحَنَفِيَّةُ: لَوْ صَلَّى التَّرَاوِيحَ كُلَّهَا بِتَسْلِيمَةٍ وَقَعَدَ فِي كُل رَكْعَتَيْنِ فَالصَّحِيحُ أَنَّهُ تَصِحُّ صَلاَتُهُ عَنِ الْكُل؛ لأَِنَّهُ قَدْ أَتَى بِجَمِيعِ أَرْكَانِ الصَّلاَةِ وَشَرَائِطِهَا.
وَقَال الْمَالِكِيَّةُ: يُنْدَبُ لِمَنْ صَلَّى التَّرَاوِيحَ التَّسْلِيمُ مِنْ كُل رَكْعَتَيْنِ، وَيُكْرَهُ تَأْخِيرُ التَّسْلِيمِ بَعْدَ كُل أَرْبَعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَل عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ بِتَسْلِيمَةٍ وَاحِدَةٍ فَالأَْفْضَل لَهُ السَّلاَمُ بَعْدَ كُل رَكْعَتَيْنِ.
وَقَال الشَّافِعِيَّةُ: لَوْ صَلَّى فِي التَّرَاوِيحِ أَرْبَعًا بِتَسْلِيمَةٍ وَاحِدَةٍ لَمْ يَصِحَّ، فَتَبْطُل إِنْ كَانَ عَامِدًا عَالِمًا، وَإِلاَّ صَارَتْ نَفْلاً مُطْلَقًا، وَذَلِكَ لأَِنَّ التَّرَاوِيحَ أَشْبَهَتِ الْفَرَائِضَ فِي طَلَبِ الْجَمَاعَةِ فَلاَ تُغَيَّرُ عَمَّا وَرَدَ .
وَلَمْ نَجِدْ لِلْحَنَابِلَةِ كَلاَمًا فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ.
Para ulama fikih berbeda pendapat terkait orang yang menunaikan shalat tarawih namun tidak melakukan salam di setiap 2 rakaatnya.
Hanafiyah mengatakan bahwa seandainya seseorang melaksanakan seluruh rakaat shalat tarawih dengan satu salam dan ia duduk di setiap rakaatnya, maka menurut pendapat shahih shalatnya dihukumi sah semuanya. Hal ini dikarenakan orang tersebut sudah melakukan seluruh rukun-rukun dan syarat-syarat shalat.
Malikiyah berpendapat bahwa disunahkan bagi orang yang menunaikan shalat tarawih untuk melakukan salam di setiap 2 rakaatnya. Begitu juga makruh mengakhirkan salam setelah 4 rakaat.
Oleh karena itu, seandainya ada orang sudah terlanjur melakukan salam dengan 4 rakaat, maka ia lebih utama untuk melakukan salam setiap 2 rakaat.
Syafi’iyah mengatakan bahwa seandainya seseorang shalat tarawih dengan format 4 rakaat satu salam, maka hukumnya adalah tidak sah. Oleh karena itu, menjadi batal shalatnya jika dilakukan oleh orang yang mengetahui terhadap hukumnya dan dilakukan dengan sengaja. Jika tidak demikian, maka shalatnya menjadi shalat sunah mutlak.
Hal ini dikarenakan shalat tarawih diserupakan dengan shalat fardhu (wajib) dalam hal dituntutnya untuk berjamaah. Sehingga format shalat tarawih tidak boleh berubah dari asal pensyariatannya.
Kami tidak menemukan komentar bagi mazhab Hanabilah terkait permasalahan ini.
Demikianlah pendapat para ulama fikih lintas mazhab perihal format bilangan rakaat shalat tarawih dalam satu salam. Semoga bermanfaat, wallahu a’lam.
(Al-Mausu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaithiyah, jus 27 hal 144-145)