Ulama ahli Al-Qur’an dan Tafsir asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim dalam suatu pengajian kitab bersama para santri pernah menjelaskan tentang konsensus ulama mengenai hukum menutupi aurat dan penggunaan jilbab bagi perempuan.

Berikut penjelasan Gus Baha:

Saya jelaskan serius ini ya, karena ini menjadi isu di seluruh dunia.

Menurut keyakinan kamu, bukan perilaku orang Indonesia, “wajah perempuan itu aurat atau tidak? Baik yang cantik maupun yang jelek, aurat atau tidak? Iya kan?!”

Jadi lucu. Makanya saya itu pernah survei. Semua kiai-kiai alim itu pernah saya tanyai (tentang masalah ini).

Di Indonesia, ulama dalam praktiknya melakukan اِنْتِقَالُ اْلمَذْهَبِ (berpindah mengikuti madzhab yang lain), tapi tetap mengaku Syafi’iyyah (bermadzhab Imam Syafi’i).

Menurut madzhab Imam Syafi’i, wajah perempuan itu aurat kharija shalat (خارج الصلاة ). Jadi, perempuan saat shalat, wajahnya itu tidak termasuk aurat, tapi di luar shalat wajahnya aurat.

Sehingga, seharusnya semua kiai di Indonesia bercadar (bagi istri dan anaknya), karena madzhabnya Syafi’i. Tapi praktiknya, semua ulama di Indonesia itu bermadzhab Hanafi.

Jadi, istrinya, putri-putrinya, santrinya pun berjilbab biasa dengan wajah yang terbuka (tanpa cadar). Dan itu memakai madzhabnya Imam Hanafi yang diikuti oleh ahwalnya ulama seluruh dunia.

Termasuk Imam Suyuthi yang menafsiri:

Sehingga untuk wajah dan kedua telapak tangan, siapa pun boleh melihat asal tidak takut timbul fitnah. Tapi, selama ini orang-orang itu salah berpikir, tapi saya alhamdulillah tidak salah.

Istilah “fitnah” itu kan kalau menurut orang-orang itu kan melihat perempuan cantik (rawan fitnah), terus akhirnya teringat dia terus sampai tidak bisa tidur.

Kalau menurut saya itu fitnah bisa dua-duanya. Yang dinamakan fitnah itu sesuatu yang bisa mendatangkan dosa. Kamu melihat orang cantik itu rawan timbul syahwat. Kamu melihat orang jelek rawan menghina.

Semisal ketika melihat mukanya orang itu kukulen (jerawatan), “Orang kok jerawatan jelek begitu.” Seandainya omonganmu sampai terdengar oleh orang itu kan pasti dia marah. Allah pun tidak ridha, sebab hamba-Nya dihina.

Kamu berteman dengan orang kaya itu juga bikin fitnah, bisa membuatmu tamak dan mengharapkan dikasih uang. Berteman dengan orang miskin ya juga rawan memperbudak.

Hukumnya Al-Qur’an ya seperti yang saya sampaikan ini:

وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

( Al-A’raf : 168)

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً

(Al-Anbiyā : 35)

Kamu menghadapi orang baik ya cobaan, menghadapi orang jelek ya sama.

Ayo coba, misalnya begini; kamu melihat orang cantik terus timbul syahwat kan berdosa. Terus ditulis oleh malaikat, “Rukhin berdosa karena melihat perempuan cantik dengan syahwat”.

Tapi, ketika melihat orang jelek, keriting, giginya tonggos, Rukhin bilang, “Orang kok jelek sampai segitu”. Ini pun Allah tidak ridha.

Selama ini orang mengiranya “cobaan” itu kan hanya ketika melihat orang cantik.

Berarti kiai-kiai Indonesia pada praktiknya انتقال المذهب (berpindah madzhab) mengikuti madzhabnya Imam Hanafi.

Tapi, kalau menurut Madzhab di Timur Tengah, seperti di Arab Saudi dan Iran, perempuan itu memang bercadar, dan itu disepakati.

Jadi, kalau menurut saya, jangan sampai kita menghukumi selain hukum ini. Andaikan ada rukhsoh (keringanan) dalam madzhab, yang jelas bukan aurat hanyalah wajah dan telapak tangan.

Soal keluarga anda belum melakukan sepenuhnya (memakai jilbab), ya yakinilah itu adalah adat di Indonesia. Tapi, jangan pernah mengatasnamakan hukum Islam.

Karena ada juga orang-orang sekuler Indonesia yang berpendapat, “Rambut (perempuan) itu bukan aurat”. Jadi, akhirnya mereka mengatakan “tidak perlu berjilbab”, itu kan lebih parah lagi.

Pernah dengar kan?

Sebagian pakar Indonesia kan menganggap rambut perempuan itu bukan aurat, akhirnya memperbolehkan tidak berjilbab.

Kalau menurut saya itu berlebihan! Karena dalam konsensus ulama dulu, yang di-khilaf-kan (diperdebatkan) hanyalah “wajah dan kedua telapak tangan”. Kalau sampai rambut tidak ada satu pun ulama yang memperbolehkan.

Lho, soal sekarang yang terjadi di Indonesia begitu, ya. biarkan saja!

Lha wong kiainya saja kadang ya seneng (suka), seperti Kiai Rukhin ini!

Paham nggeh?

Tapi, jangan menghukumi itu boleh! Menurut saya, seneng (suka) dan menghukumi boleh itu beda!

Paham nggeh?

Hukum ya hukum, suka ya suka. Suka itu urusan nafsu. Semisal Kiai Rukhin ditanyai lebih suka mana antara perempuan tertutup atau tidak?

Mesti dia jawab, “Tidak!”.

Tapi, kalau ditanya hukumnya, hukum yang baik bagaimana? Baik yang tertutup pastinya. Tapi, suka yang mana? Yang tidak tertutup. Hahaha kan repot to..!!

Tradisi (berjilbab) di Indonesia seperti yang para kiai lakukan itu ada benarnya juga ketika tidak memakai cadar (bagi keluarganya). Karena ulama-ulama seluruh dunia pun membuat konsensus:

Tapi kemudian, ada pendapat yang mengatakan bahwa wajah itu aurat. Makanya wajah itu wajib ditutupi. Tapi ya tadi, kalau ditutupi semua, oleh orang nakal seperti di Arab Saudi malah diakali (dipermainkan).

Laki-laki dan perempuan malah pakai cadar, terus pergi bareng-bareng; enam orang ternyata itu tiga pasangan. Repot kan jadinya? Urusan sama orang nakal itu memang repot!

Jadi, standar ideal berjilbab adalah kepala, leher hingga dada itu tertutupi. Tapi, sekarang malahan ada “jilbab gaul”, waduh.. Repot wes..!!

Link Sumber video pengajian:Gus Baha – Hukum Jilbab dan Cadar

Leave a Response