Berbagai hasil penilaian capaian tentang kerukunan (atau dengan istilah/sebutan yang lain) telah dibuat, namun tidak semuanya dapat digunakan sebagai ukuran karena dilakukan berdasarkan tujuan, teknis, dan standar yang berbeda-beda.

Kementerian Agama selaku instansi pemerintah yang bertugas sebagai penyelenggara pemerintahan di bidang agama perlu menetapkan suatu ukuran standar penyusunan indeks kerukunan umat beragama yang disusun secara komprehensif dengan standar nasional.

Indeks kerukunan dimaksud dibentuk dari tiga indikator besar, yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Indikator toleransi merepresentasikan dimensi saling menerima, menghormati/menghargai perbedaan. Kesetaraan, mencerminkan keinginan saling melindungi, memberi kesempatan yang sama dengan tidak mengedepankan superioritas.

Selanjutnya, kerja sama menggambarkan keterlibatan aktif bergabung dengan pihak lain dan memberikan empati dan simpati kepada kelompok lain dalam dimensi sosial, ekonomi, budaya dan keagamaan. Oleh karena itu, untuk peningkatan kerukunan umat beragama, orientasinya tidak hanya pada aspek toleransi semata, karena sikap toleransi itu baru merupakan syarat awal.

Agar kerukunan umat beragama tumbuh semakin kuat, maka toleransi harus disertai dengan adanya sikap kesetaraan. Selanjutnya, sikap kesetaraan harus diiringi tindakan nyata dalam bekerjasama di tengah masyarakat majemuk.

Dengan kerja sama yang tulus, terbangun kepercayaan yang kuat di antara sesama anak bangsa dengan pemahaman bersama bahwa mereka dapat hidup berdampingan dengan damai, tenang, saling memajukan dan menguatkan, tidak untuk saling menyakiti dan menyingkirkan.

Pada tahun 2019, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menguji kembali indikator kerukunan umat beragama di Indonesia setelah melalui serangkaian survei lapangan selama 5 tahun berturut turut.

Kegiatan pengujian tersebut untuk memantapkan konsepsi pengukuran dan analisis yang digunakan, sehingga desain survei kerukunan umat beragama dapat diuji oleh banyak pihak sebagai sesuatu yang ajeg yang dapat digunakan setiap tahun.

Metodologi penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui survei dengan menyebarkan angket kepada pemeluk agama yang dipilih berdasarkan acak di desa/kelurahan terpilih. Desa atau kelurahan dipilih secara multistage random sampling pada 4 kabupaten/kota disetiap provinsi.

Secara teknis menyasar kelurahan dan desa, yang memungkinkan diperoleh gambaran aspek heterogen dan homogen pemeluk dalam menyikapi perbedaan agama baik dari dimensi toleransi, kesetaraan dalam konsep dan pelaksanaan beragama, kemudian kerja sama antar pemeluk.

Hasil Penelitian

Hipotesis penelitian menyatakan bahwa: kerukunan terwujud melalui tingginya tingkat toleransi, kesetaraan dan kerja sama. Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Indonesia tahun 2019 menunjukkan kategori TINGGI yaitu 73,83, dengan rentang 0 sampai 100. Secara series, skor kerukunan menaik sebesar 2,93 dari Indeks KUB tahun 2018 yang berada pada angka 70,90.

Nilai indeks kerukunan sebesar 73,83 merupakan perhitungan dari 3 indikator yaitu toleransi pada nilai 72,37, kesetaraan pada nilai 73,72 dan kerja sama pada nilai 75,40. Faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi ketiga indikator tadi antara lain adalah; Pendidikan keluarga, implementasi kearifan lokal, pendapatan, heterogenitas agama dan peran kementerian
agama.

Dari ketiga indikator tersebut, kerja sama berada skor yang tertinggi. Beberapa teori yang digunakan untuk mengukur indikator kerja sama adalah modal sosial (social capital) yang terdiri dari norma, jejaring dan kepercayaan (trust) dari Robert D. Putnam (2000) Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community, dan Ashutosh Varshney (2010), Collective violence in Indonesia, yang mengkaji pentingnya interkoneksi yang bersifat asosiasional dan quotidian untuk terwujudnya kedamaian di Indonesia, serta pentingnya relasi sosial (social relation) dari Daniel Bell (2013).

Harmony in the World 2013: The China Model: Harmony in the World 2013: The Ideal and the Reality (Appendix 1). Artinya, aspek modal sosial dari Putnam, interkoneksi antar warga dari Varshney dan interaksi sosial dari Daniel Bell di masyarakat Indonesia masih tergolong rendah.

Survei melibatkan 13.600 responden yang tersebar di 34 provinsi. Responden adalah masyarakat Indonesia yang berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Enumerator atau surveyor menyebarkan kuesioner dengan cara membacakan langsung item-item pertanyaan kepada seluruh responden yang berjumlah 13.600, yang mewakili keluarga di 34 provinsi.

Survei ini melibatkan 36 peneliti, 1.360 pembantu peneliti (enumerator) dan 5 orang spot checker dari Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan yang bertugas memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan survei.

Survei yang digelar dari 16 – 19 Mei 2019 dan 18 – 24 Juni 2019 ini menggunakan metode Multistage Random Sampling dengan margin error sebesar ±4,8% (per Provinsi) dan ±1,7% (Nasional) dan tingkat kepercayaan 95%.

Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Analisis frekuensi dan tabulasi silang (cross tabulation) digunakan untuk menyajikan gambaran deskriptif indeks kerukunan secara nasional maupun berdasarkan provinsi. Dalam penelitian Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB), statistik inferensial yang digunakan adalah analisis Structural Equation Modeling. (mzn)

Baca penelitian selengkapnya: Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan

Topik Terkait: #Hasil Penelitian

Leave a Response