Buku: Terapi Rumi (dari Era Pengetahuan ke Era Kebijaksanaan)
Penulis: Prof. Dr. Nevzat Tarhan
Penerjemah: Bj. Sujibto, dkk
Penerbit: Qaf
Terbitan: Juni, 2021
ISBN: 978-623-621989-03-4
Tebal Buku: 314
Beliau bernama asli Jalaluddin Muhammad Rumi, atau juga dikenal dengan Jalaludin Muhammad Balkhi. Lahir di Balkh, Samarkhan, Persia Raya. Beliau adalah penyair sufi, teolog Maturidi.
Sejauh ini, syair Rumi mengajarkan kembali bagaimana peran dan tujuan hidup manusia. Pemahaman tentang bagaimana manusia hidup bijaksana dengan segala yang ada. Pola pikir manusia sangat terbelenggu dan seringkali dibutakan oleh dunia, sehingga dia tersesat di jalannya.
Nevzat memulai tulisannya dengan beberapa bagian tentang kecerdasan manusia. Manusia terlahir sempurna dengan kecerdasan yang dimiliki. Kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan tubuh, dan kecerdasan hati.
Pertama, kecerdasan intelektual. Tolok ukur untuk mengetahui kecerdasan ini adalah berfikir idealis, mengedepankan strategi, berfikir di luar hati nurani, dan obsesi terhadap masa mendatang (halaman 43).
Menurutnya, dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki, manusia bisa membangun dan menggapai mimpi. Pola pikir yang dibangun dan kerja keras akan mengantar manusia untuk meraihnya. Tak mudah mewujudkan mimpi. Ada banyak hal yang mengganggu, perlu kejelian dan selektif dalam bertindak.
Kedua, manusia mempunyai kecerdasan emosional. Mereka adalah orang yang mengedepankan perasaan dalam mengambil keputusan. Kecerdasan emosional membantu kita menghadapi tantangan dan kesulitan. Kecerdasan intelektual mengedepankan ke ranah pikiran, sementara kecerdasan emosional bertumpu pada kemampuan keaktifan bergerak.
Ketiga, kecerdasan tubuh. Seseorang dapat membina kedisiplinan internal sebagai buah dari kecerdasan tubuh. Orang dengan tipe seperti ini dapat mengelola waktu lebih baik, tidak mengulangi kesulitan yang pernah dialami, mewujudkan rencana dan juga harus realistis (halaman 46).
Keempat, kecerdasan hati atau kecerdasan spritual. Jenis yang paling penting dan yang berhubungan dengan kajian Rumi. Bila mampu mengelola kecerdasan hati, kita akan menyadari tanggung jawab internal dan eksternal.
Dalam diri manusia, ada suara yang membisiki apa yang benar dan yang salah. Hati akan mengontrol agar lebih bijak dalam bertindak. Tidak hanya sekadar tahu, tapi juga bijak.
Ada banyak orang yang mempunyai pengetahuan yang tinggi namun mereka tidak bijak dalam mengambil keputusan. Terburu-buru, bahkan keliru demi memuaskan nafsu. Mereka yang mempunyai kecerdasan hati akan mempertimbangkan sesuatu secara sangat teliti.
Tidak cukup memikirkan kepentingan pribadi, juga memikirkan efek samping yang akan menimpa orang lain dan di hadapan Allah. Itulah mengapa mereka lebih mengedepankan nilai-nilai etika (halaman 89).
Rumi menuturkan bahwa hati adalah cermin pikiran untuk melihat pantulan pikiran dalam kaca itu. Kita harus sering berzikir dan mengasah pikiran. Berzikir adalah membersihkan lisan dan hati. Karena ada hubungan maknawi antara Allah dan hambanya.
Tugas manusia sebagai hamba, juga hadir sebagai manusia yang berkembang dengan intelektualnya. Namun sering kali kecerdasan spiritual dikalahkan oleh kecerdasan intelektual sehingga terjebak pada pemahaman yang keliru.
Hal ini dimotori oleh berbagai perihal. Di antaranya karena ingin dikenal, dipuji, dan dikagumi. Motifnya sederhananya, mencari perhatian orang lain.
Rasulullah sudah mengingatkan melalui suatu hadis: “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku khawatirkan atas umatku adalah berbuat syirik kecil. Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah SAW, apa yang dimaksud dengan syirik kecil? Rasulullah SAW bersabda: berbuat sesuatu bukan karena Allah (Riya).”
Maka sia-sialah segala amal yang diperbuat umat manusia, sebagus apapun ibadahnya, tiada harganya di hadapan-Nya. Oleh karenanya, Rumi mengajak agar segala ibadah penuh dengan ikhlas, agar benar hati dan mendapat ridha-Nya.
Nevzat Tarhan memaparkan dan mengulas karya Rumi dengan sangat tepat. Ditambah lagi rekam jejak pendidikan di bidang psikiatri dan neuropsikologi membuatnya sangat paham dan mengerti maksud dan tujuan dari syair Rumi.
Dengan membaca buku ini, kita diajak untuk menerapi hati yang penuh penyakit dan penuh dengan kebusukan. Hati manusia dipenuhi ambisi, ditutupi kegelapan hingga mata hatinya buta dan tersesat. Oleh karenanya, buku ini sangat layak dibaca semua kalangan.
Para penerjemah seringkali dihantui keterbatasan bahasa yang disampaikan oleh penulis. Akan tetapi penerjemah buku ini berhasil mengatasi ketakutan itu dengan menyampaikan isi dan makna dengan lugas, sehingga para pembaca akan dibuat lupa bahwa buku yang dibacanya adalah karya terjemahan.