Jika dilihat dari data BPS DIY tahun 2018, jumlah Rumah Pemotongan Hewan/Tempat Pemotongan Hewan (RPH/TPH) di DI Yogyakarta ada 7, di antaranya adalah RPH Pengasih, RPH Segoroyoso, RPH Miri Dinas Pertanian & Pangan Gunung Kidul, UPT RPH Kota Yogyakarta, RPH Kentungan dan RPH Mancasan. Adapun daftar produk halal LPPOM MUI DIY bulan September 2019 diperoleh data kelompok rumah potong hewan bersertifikat halal ada 75.

Ada 3 RPH dan 2 RPU yang menjadi fokus riset ini. 3 RPH yang dikelola langsung oleh pemerintah setempat yakni RPH Segoroyoso, RPH Mancasan, dan RPH Kentungan melalui Dinas Pertanian dan Perikanan. Kemudian ada 1 RPU milik swasta yakni PT Ciomas Adisatwa dan 1 RPU milik pribadi yaitu UD. Wahyu Mulyo

RPH Segoroyoso berada di Kecamatan Pleret, merupakan milik Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Bantul ini setiap harinya melayani pemotongan hewan sekitar 15-20 ekor sapi. RPH ini tergolong RPH kecil, dan belum memiliki NKV. Di dalam bangunan terdapat ruangan berukuran sekira 12 meter persegi. Di situlah tempat hewan-hewan dipotong setiap harinya.

Kegiatan pemotongan hewan yang dilakukan di RPH Segoroyoso dinilai masih kurang dalam hal fasilitas, hal ini terbukti dari RPH Segoroyoso hanya terdiri dari satu ruangan pemotongan dan kantor untuk urusan administrasi. RPH Segoroyoso belum memenuhi persyaratan administrasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/ot.1240/2010 karena RPH Segoroyoso belum memiliki IMB.

Selanjutnya RPU PT Ciomas Adisatwa mulai produksi sejak 2017 dari sebelumnya sebagai animal garden yang dikelola oleh Fakultas Peternakan UGM yang sudah ada sejak 2005. Produksi berkisar 23 hingga 30 ribu ekor ayam per hari. , Standar di PT Ciomas Adisatwa sangat tinggi, sesuai SOP perusahaan yang ketat dan terjamin dan sesuai dengan persyaratan penyembelihan halal.

RPU ini sudah resmi mendapatkan sertifikat halal LPPOM MUI DIY sampai 10 Desember 2018, namun hingga saat penelitian berlangsung belum terdaftar lagi sebagai produk bersertifikat halal dari LPPOM MUI Prov. DIY. RPU ini berlokasi di tengah-tengah pemukiman warga. Waktu pemotongan unggas bisa kapan saja, namun biasanya dilakukan pada siang, sore dan malam. System penjualannya dengan sistem asongan, ada pelanggan-pelanggan atau dijual lepas.

RPH Mancasan Kabupaten Sleman khusus untuk pemotongan sapi dan kerbau. RPH Mancasan menyiapkan petugas pemotong hewan yang sudah bersertifikat. Pemotongan dilakukan malam hari, karena karkas dan daging sapi hasil pemotongan langsung dipasarkan di wilayah sekitarnya, terutama di pasar tradisional.

RPH ini khusus pemotongan kambing, rata-rata sehari memotong 7-20 ekor kambing. RPH Kentungan juga sudah menyiapkan petugas pemotong hewan yang sudah bersertifikat.

Melakukan ibadah wajib: Juru sembelih, ke 5 RPH/U beragama Islam, melaksanakan ibadah wajib, secara umum tidak bisa dijelaskan/dipastikan secara jelas tentang laku ibadahnya.

Menetapkan persyaratan syariat Islam: Mereka mengetahui jenis-jenis hewan halal dan haram, berniat dengan membaca basmalah dan mengetahui adab penyembelihan menurut Islam.

Menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja: Untuk Juru sembelih Wahyu Mulyo dan RPH Segoroyoso tidak memakai pelindung masker dan pakaian spesifik. Namun Ciomas, Mancasan dan Kentungan menggunakan standard perlindungan agar risiko minim.

Melakukan komunikasi efektif: Komunikasi kerapkali tidak efektif di Mancasan, Segoroyoso dan Kentungan karena jagal sangat menentukan proses penyem[1]belihan, sedangkan di Ciomas dan Wahyu sudah dilaksanakan oleh perusahaan atau pemilik.

Mengkoordinasikan pekerjaan: SOP dari masing-masing RPH/U sudah dilaksanakan dengan normal.

Menerapkan higiene sanitasi: Ciomas, Mancasan, Kentungan dan Segoroyoso sudah mene-rapkan hygiene sanitasi sesuai standard, sedangkan RPU Wahyu tidak jelas pembuangannya.

Menerapkan prinsip kesejahteraan hewan: Untuk RPH Wahyu, Mancasan dan Kentungan dalam praktik penyembelihan disesuaikan kebutuhan pasar yang terkadang terburu-buru dan belum disesuaikan kondisi fisik hewan agar tidak stress. Di Segoroyoso sudah menerapkan prinsip kesejahteraan hewan. Sedangkan Ciomas disesuaikan dengan system kerja dan SOP.

Menyiapkan peralatan penyembelihan: Ciomas, Mancasan dan Kentungan mempersiapkan, menyembelih dan penyimpanan pisau sesuai dengan persyaratan yang sesuai, sedangkan Wahyu dan Segoroyoso menggunakan pisau standard yang dibawa oleh penjagal dan timnya.

Melakukan pemeriksaan fisik hewan: Untuk Ciomas, Mancasan dan Kentungan pemeriksaan fisik dilakukan oleh dokter hewan yang ada, sedangkan Wahyu tidak ada dokter hewannya.

Menetapkan kesiapan hewan untuk disembelih: Wahyu tidak terlalu memper[1]hatikan kesiapan hewan untuk disembelih yang penting sesuai kebutuhan pasar. Namun Ciomas, Mancasan dan Kentungan dilakukan pemeriksaan sesuai prosedur.

Menetapkan teknik penyembelihan hewan: Kelima juru sembelih di RPH/U sudah menyembelih sesuai aturan baku penyembelihan hingga hewan tersebut dipastikan mati.

Memeriksa kelayakan proses: Di RPHU Wahyu hanya diidentifikasi secara fisik, sedangkan di Ciomas, Mancasan dan Kentungan diidentifikasi sesuai persyaratan penyembelihan dan kaki digantung untuk proses selanjutnya.

Menetapkan status kematian hewan: Ciomas, Mancasan, Segoroyoso dan Kentungan memastikan organ[1]organ yang mengindikasikan tanda[1]tanda kematian diidentifikasi sesuai ketentuan hingga dipastikan hewan sudah mati sedangkan Wahyu hanya memperhatikan kondisi hewan.

Di lapangan ditemukan, bahwa belum ada upaya-upaya kongkrit pihak terkait seperti Kanwil/Kemenag Kota Yogyakarta 208 Juru Penyembelihan Halal (Juleha) di Indonesia melalui BPJPH. Untuk MUI melalui LPPOM sudah beberapa kali melakukan Bimtek juru sembelih sehingga ditemuka beberapa juru sembelih yang sudah memperoleh sertifikat bimtek juru sembelih halal. Untuk kunjungan ke RPH- R/U oleh Kemenag masih sangat jarang dilakukan.

Kemudian Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bantul dan Sleman sudah memiliki program untuk peningkatan kompetensi para juru sembelih walaupun belum merata, namun demikian masih cukup banyak para juru sembelih yang memotong hewan di pasar-pasar dan di TPU dirumah masing-masing.

Banyak dari juru sembelih dan jagal di RPHR/U tidak mau mengikuti pelatihan dan uji kompetensi karena alasan waktu mereka akan tersita. Mereka yang tidak mau ikut menganggap pelatihan dan uji kompetensi ini tidak terlalu penting apalagi jika melihat kemampuan dan pengalaman kerja mereka.

Para pekerja termasuk juru sembelih yang bekerja di RPH-R/U mempunyai kepribadian yang cukup keras. Ketika ada penerapan aturan mengenai ini, para jagal banyak yang memotong ternak mereka di sembarang tempat dan ini adakalanya menjadi dilematis.

Di samping itu,  juru sembelih masih banyak yang merupakan pekerjaan sampingan. Namun sayangnya mereka tidak membekali dirinya dengan keterampilan yang memadai dan mengikuti aturan syariah dalam menyembelih. Padahal pekerjaan sebagai juru sembelih mempunyai tanggung jawab yang berat, selain kepada masyarakat namun juga kepada Allah SWT. (AL)

 

Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Agus Mulyono yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama Tahun 2020.

Leave a Response