Nabi Muhammad SAW selalu menganjurkan pengikutnya untuk membaca Al-Qur’an. Banyak keistimewaan atau keutamaan bagi orang yang mau membaca Al-Qur’an (tadarus). Kanjeng Nabi dawuh:

“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur`an seperti buah utrujah, baunya harum dan rasanya enak, sedangkan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur`an seperti buah kurma, tidak ada baunya namun rasanya manis, dan perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur`an seperti raihanah (sejenis tanaman), harum baunya tapi pahit rasanya dan perumpamaan munafik yang yang tidak membaca Al-Qur`an seperti handolah, baunya busuk dan rasanya pahit.” (H.R. Bukhari: no. 5427)

Dari Hadits di atas, maka sesorang bisa dibagi menjadi empat golongan;

Pertama, orang mukmin yang mau bertadarus Al-Qur’an diibaratkan seperti buah Utrujah (Citrus Medica-red), yaitu buah terbaik di tanah arab. Baunya harum dan manis rasanya saat dimakan.

Buah ini punya keistimewaan berwarna indah, yakni kuning yang menyegarkan mata. Menurut ulama Jawa, Utrujjah dimakani sebagai buah Jeruk Kates, baunya yang harum seperti jeruk, tapi rasanya manis, dagingnya lembut seperti papaya.

Kedua, ketika seorang mukmin yang tidak mau membaca Al-Qur’an diibaratkan seperti buah kurma. Yakni tidak berbau, tetapi manis ketika dimakan.

Ketiga, orang munafik yang membaca Al-Qur’an seperti bunga telasih. Wangi baunya, tetapi pahit saat dimakam.

Keempat, orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an, ibarat handolah (Citrullus Colocynthis-red). Ulama Jawa memaknai sebagai bolu tekik. Buah yang tidak ada baunya, dan pahit rasanya. Tidak hanya buahnya saja yang jelek, tetapi pohonnya juga jelek. Akarnya tidak menancap di tanah, jadi mudah rusak dan hilang.

Pada dasarnya, membaca Al-Qur’an memiliki keistimewaan tersendiri. membaca Al-Qur’an akan tetap mendapat pahala meskipun tidak paham artinya. Imam Ahmad bin Hanbal pernah bertanya kepada Allah tentang bagaimana cara bertaqarrub paling baik. Kemudian dijawab oleh Allah yaitu orang yang bertaqarrub dengan kalam Allah (membaca Al-Qur’an). Baik itu paham artinya ataupun tidak paham artinya.

Bahkan, Kanjeng Nabi Muhammad SAW, (orang yang paling fasih membaca Al-Qur’an) sangat senang dibacakan Al-Qur’an di hadapannya. Pernah suatu ketika Sahabat Nabi, Ibnu Mas’ud, membacakan Al-Qur’an di depan Nabi. Ketika sampai pada surat an-Nisa’, Kanjeng Nabi menangis sebab meresapi makna Al-Qur’an yang sedang dibaca sahabat tersebut.

Cerita tersebut memiliki arti bahwa kesempurnaan tilawah Al-Qur’an terdiri atas dua hal, yakni membaca lafadlnya dan memahami maknanya. Tujuannya adalah untuk mengamalkan perintah-perintah Al-Qur’an.

Selain itu, membaca Al-Qur’an di dalam sebuah forum, seyogyanya disesuaikan dengan ayat-ayat yang pas dengan acara dalam majelis tersebut. Misalnya acara pernikahan, dibacakan ayat-ayat tentang pernikahan. Acara tarbi’ (mapati) membaca surat Yusuf atau surat Maryam. Begitulah tata cara membaca ayat Al-Qur’an di dalam suatu forum.

Begitu istimewanya membaca Al-Qur’an, terutama di bulan suci Ramadlan, Kanjeng Nabi memiliki rutinitas dengan Al-Qur’an. Saat Ramadlan kanjeng Nabi menggelar tadarus Al-Qur’an bersama malaikat Jibril. Hal ini kemudian dicontoh oleh ulama dengan memperbanyak kesempatan untuk bisa khatam Al-Qur’an.

Seperti Imam Syafi’i yang mengkhatamkan Al-Qur’an dua kali dalam sehari semalam, juga Imam Bakr bin Mudlor bisa khatam Al-Qur’an tiga kali khataman dalam sehari. Imam Ibnul Katib atau Husain bin Ahmad, bahkan bisa khatam Al-Qur’an delapan kali dalam sehari semalam. (mzn)

 

Artikel ini adalah isi mau’idhah hasanah (ceramah) K.H. M. Yusrul Hana Sya’roni dalam “Risalah Darusan Umum Pengajian Pitulasan” Masjid Menara Kudus pada Malam Ahad Pahing, 3 Ramadlan 1441 H/25 April 2020 TU.

Leave a Response