Kisah ini bercerita tentang seorang alim dan merupakan kaum arifin sekaligus pembesar wali Allah, yaitu Imam Ahmad al-Ghazali rahimahullah.
Beliau adalah saudara kandung dari Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali rahimahullah pengarang kitab Ihya’ Ulumuddin yang oleh Imam an-Nawawi kitab tersebut hampir seperti Alquran.
Diceritakan dalam kitab Muid an-Ni’ami bahwa Imam Tajuddin as-Subki rahimahullah berkata, “Kami pernah mendengar suatu riwayat bahwa Imam al-Ghazali mengimami saudara laki-lakinya yang bernama Ahmad. Di tengah-tengah salat tiba-tiba ia mufaraqah (memutus jama’ah) dari bermakmum kepada Imam al-Ghazali.
Usai salat Imam al-Ghazali bertanya, “Mengapa engkau memutus jama’ah dariku?”.
Kemudian saudaranya menjawab, “Karena engkau berlumuran darah haid”.
Lantas Imam al-Ghazali sadar bahwa saat salat tadi beliau teringat akan suatu masalah fikih yang berhubungan dengan haid.
Hikmah di balik kisah ini adalah mengenai pentingnya khusu’ saat salat. Begitu sulinya khusu’ sampai Imam al-Ghazali rahimahullah pun masih belum sepenuhnya khusu’.
Termasuk tidak khusu’ adalah memikirkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan salat seperti kisah di atas. Oleh karenanya, saudara beliau yakni Imam Ahmad al-Ghazali rahimahullah memilih memutus jama’ah darinya.
Salat memang bukan perkara zahir saja tetapi berhubungan dengan dimensi yang lebih abstrak, yaitu perihal perkara batin.
Sumber: Hikayat Shalihin, karya Muhsin Basyaiban. Yogyakarta: Layar Creativa Mediatama.
Artikel ini juga tersedia dalam Bahasa Inggris
Artikel ini juga tersedia dalam bahasa:
English