Syaiban ar-Ra’i merupakan golongan shalihin (orang-orang saleh) yang hidup pada abad-abad awal hijriyah. Dia merupakan seorang penggembala kambing yang wira’i dan ketawaduannya luar biasa. 

Menurut riwayat dia adalah seorang ummy atau tidak bisa membaca dan menulis namun diberi karamah oleh Allah berupa ilmu laduni. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa dia termasuk dalam golongan kekasih Allah. Kebanyakan orang memandang Syaiban adalah si penggembala kambing biasa dan tidak mempunyai keistimewaan.

Diceritakan dalam sebuah riwayat, kala itu Imam Syafi’i merasa jenuh dan ingin berdiskusi keilmuan dengan seseorang. Dia berniat untuk menemui Syaiban dan ingin mengajak diskusi tentang suatu hal. Melihat Imam Syafi’i akan pergi salah seorang muridnya bertanya, “Hendak ke mana engkau akan pergi, tuan?”

“Saya akan menemui Syaiban,” jawab Imam Syafi’i.

Mendengar jawaban Imam Syafi’i, sang murid terheran-heran kenapa sang guru ingin menemui Syaiban padahal dia hanya seorang penggembala dan orang kampung. Setelah menempuh perjalanan yang agak jauh Imam Syafi’i akhirnya tiba di rumah Syaiban si penggembala kambing.

Setelah menanyakan kabar dan saling mendoakan keselamatan, Imam Syafi’i kemudian bertanya kepada Syaiban, “Wahai Syaiban, apa pendapatmu tentang zakat lima unta?”

Mendengar pertanyaan itu dari Imam Syafi’i, Syaiban langsung bertanya balik, “Menurut mazhabku atau mazhabmu wahai Abu Abdillah?”

Kaget mendengar pertanyaan balik dari Syaiban, Imam Syafi’i pun langsung menjawab, “Baiklah kedua-duanya.”

“Jika menurut mazhabmu zakat lima unta ada satu kambing tapi jika menurut mazhabku zakat lima unta adalah semuanya.”

Mendengar jawaban dari Syaiban Imam Syafi’i langsung menanyakan alasan kenapa zakat lima unta adalah semuanya, “Apa alasanmu menjawab semuanya?”.

Syaiban kemudian menjelaskan, “Bahwa segala sesuatu itu hanya miliki Allah, maka zakat unta pun jika Allah menghendaki semuanya akan aku berikan.”

Dalam riwayat lain dikisahkan, suatu ketika di dalam sebuah majelis Imam Ahmad dan Imam Syafi’i duduk berdekatan dan terlihat bersama mereka terdapat Syaiban ar-Ra’i. Melihat ada Syaiban, Imam Ahmad ingin mengingatkan Syaiban tentang kekurangan ilmunya dan harusnya ia menyibukkan diri untuk mendapatkan ilmu dari Syaiban. Mendengar hal tersebut Imam Syafi’i mencoba untuk menghentikan Imam Ahmad agar tidak melakukan hal tersebut.

Akan tetapi, Imam Ahmad tidak menghiraukan Imam Syafi’i dan langsung menemui Syaiban ar-Ra’i. Ketika dia sudah di hadapan Syaiban, dia pun berkata, “Hai Syaiban apa pendapatmu tentang orang yang melupakan salat lima waktu baik di waktu pagi dan malam, dan orang itu tidak tahu sejak kapan ia melakukannya dan salat yang mana yang pernah ia lupakan kemudian apa yang wajib ia lakukan?”

Mendengar pertanyaan tersebut Syaiban langsung menjawab, “Wahai Ahmad bukankah ini merupakan bentuk hati yang lalai dari ingat kepada Allah? Maka untuk itu seyogyanya orang itu wajib mendisiplinkan dirinya agar tidak kembali terjerumus kepada jurang kelalaian dan selalu ingat kepada Tuhannya.”

Mendengar jawaban tersebut Imam Ahmad kemudian berlalu, selang kemudian Imam Syafi’i berkata, “Bukankah aku sudah bilang jangan berdebat dengannya?”

 

Artikel ini juga tersedia dalam Bahasa Inggris

Artikel ini juga tersedia dalam bahasa:
English

Leave a Response