Tema kerukunan antarumat beragama selalu menarik dikaji oleh para sarjana. Dua dari tiga indikator utama kerukunan ialah kerjasama dan toleransi. Sementara yang ketiga adalah kesetaraan. Pembahasan ketiganya cukup mengemuka belakangan ini, terutama mengenai toleransi dalam lingkup sosial umat beragama.
Konsep toleransi sendiri masih sering menjadi bahan perdebatan di kalangan umat beragama. Meski begitu, kebutuhan atau desakan akan toleransi beragama pada masa kini menjadi penting dalam menghindarkan masyarakat dari situasi sosial yang berbahaya.
Kondisi berbahaya tersebut dapat dilihat pada sejumlah catatan lembaga non pemerintah (NGO) mengenai kebebasan beragama di Indonesia yang pasang surut. Laporan dari The Wahid Institute mencatat bahwa di tahun 2009 terjadi 121 pelanggaran, tahun 2010 dengan 184 pelanggaran, 267 pelanggaran (2011), dan 278 kasus pada 2012. Sepanjang Januari-Desember tahun 2013, total kasus pelanggaran sebanyak 245 kasus dengan 278 tindakan yang berupa intimidasi, penyesatan, pelarangan sampai serangan fisik.
Lemahnya toleransi seperti terpapar dalam data tersebut tidak lepas dari kurangnya pemahaman terhadap keyakinan yang berbeda, keringnya spiritualitas agama, dan kurangnya interaksi. Hanya saja, ungkapan ini harus diuji kebenarannya.
Atas hal itu Kementerian Agama RI menginisiasi kegiatan survei Kerukunan Umat Beragama (KUB), yang diselenggarakan oleh Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI di beberapa tempat, salah satunya di Sumatera Selatan. Tujuan riset ini untuk mengetahui potret kerukunan antarumat beragama yang terjalin di Desa Lubuk Seberuk, Kec. Lempuing Jaya. Pada saat yang sama penelitian ini juga ingin melanjutkan riset tema toleransi dan kerjasama antarumat beragama di Indonesia sekaligus menyisir daerah-daerah yang potensial sebagai desa model kerukunan bagi daerah lain.
Metode Penelitan
Riset yang dilakukan di Desa Lubuk Seberuk yang berlokasi di Kec. Lempuing Jaya, Kab. Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, ini merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, pengamatan, dan studi kepustakaan serta dokumentasi. Informan penelitian adalah individu-individu yang terkait, namun secara utuhnya juga dilakukan kepada sejumlah narasumber dari Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Kantor Wilayah Kemenag Provinsi, Kemenag Kab/Kota, Kesbangpol Kab/Kota, hingga Kecamatan dan Kelurahan/Desa.
Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan untuk diolah secara deskriptif analitik, melalui tahapan pengelompokan, pengeditan, perbandingan, kemudian pembacaan dan ditafsirkan untuk memperoleh pengertian baru.
Temuan Penelitian
Hasil riset menunjukkan bahwa Desa Lubuk Seberuk Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan, sebagai daerah yang juga heterogen memiliki hubungan sosial antarumat beragama yang sudah terjalin baik dan harmonis sejak puluhan tahun silam. Potret ini ditunjukkan lewat keterangan dari salah satu narasumber bernama Bapak Nyoman Mudita—yang juga merupakan Sekretaris Desa. Ia menceritakan bahwa tidak pernah terjadi konflik komunal (antarumat beragama) sekalipun di Desa Lubuk Seberuk.
Keterangan itu diamini leh Bapak Handoyo, pengurus Forum Silaturahmi Umat Beragama (FSUB) dari unsur Kristen yang juga seorang pendeta. Sejak menetap di Desa Lubuk Seberuk pada tahun 1979 hingga pada waktu diwawancarai, hubungan antarmasyarakat sudah terjalin rukun dan damai. Jika mengacu pada data di Kantor KUA Kecamatan Lempuing Jaya, komposisi masyarakat Desa Lubuk Seberuk terdiri dari pemeluk agama Islam (90%), Katolik (1,6%), Kristen (2,4%), Hindu (5,5%), dan Buddha (0,1%). Di samping itu, banyak juga suku pendatang yang tinggal di sana mengingat wilayah tersebut juga dekat dengan area transmigrasi dari Pulau Jawa dan Bali di sama silam.
Sekalipun banyak pendatang dengan berbagai latarbelakang etnis (Jawa, Melayu, Bali) dan agama yang berbeda-beda (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha), kerjasama antarumat beragama tidak mengalami kendala yang berarti. Hal ini dapat teramati pada kegiatan-kegiatan bakti sosial, gotong royong sehari-hari, hingga pembangunan rumah ibadah masing-masing agama.
Ketika umat Islam membangun Mesjid atau Musholla, umat non-Muslim ikut berpartisipasi. Ada yang dengan bantuan tenaga, ada juga yang lewat sumbangan material bangunan. Begitu pula sebaliknya, Ketika umat non-Muslim membangun rumah ibadahnya, maka umat Islam ikut andil dengan bantuan fisik maupun non-fisik.
Gambaran lainnya mengenai praktik toleransi di Desa Lubuk Seberuk dapat ditilik dalam tradisi saling mengunjungi antarumat beragama ketika tiba perayaan hari besar, seperti; Idul Fitri, Natal, Waisak, Nyepi, dan lainnya. Salah satu yang bersaksi mengenai itu adalah Bapak Sukro (Hindu) yang sudah menetap sejak 1976. Menurutnya, sikap saling menghormati dan menghargai sudah diterapkan oleh warga dan mereka pertahankan untuk menjaga kerukunan antarumat beragama.
Sebagai contoh, pemilihan kepala desa di Lubuk Seberuk bisa dari agama apa pun, baik Islam, Katolik, Kristen, Buddha, atau Hindu. Mantan Kades Lubuk Seberuk, I Nyoman Putu (alm.), adalah salah satu tokoh masyarakat dari Hindu yang berpengaruh dan disegani. Ia mampu menjadi motor penggerak ekonomi desa, hingga urusan sekolah, madrasah, hingga pesantren dan rumah ibadah dari semua kalangan.
Dalam upaya merawat kerukunan tersebut, penduduk Desa Lubuk Seberuk mengupayakan beberapa strategi dan elemen penting. Pertama, melibatkan generasi muda dalam kegiatan kepanitiaan PHBN, tradisi “Ruwatan Desa”, hingga mengatur komposisi yang pas dari semua kalangan etnis dan agama. Kedua, partisipasi kaum perempuan dalam beragam kegiatan yang diwadahi karang taruni. Ketiga, komunitas agama yang berkomitmen saling bahu-membahu menjaga kerukunan dan situasi sosial yang kondusif. Keempat, komunitas adat yang terdiri dari perwakilan tokoh untuk mendialogkan sesuatu apabila ada ketegangan. Kelima, peran pemerintah lintas skala untuk mendukung dan menguatkan kerukunan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini, Desa Lubuk Seberuk Kecamatan Lempuing Jaya, Sumater Selatan menjadi potret daerah yang sudah menjaga kerukunan dan harmoni dari beragam etnis dan agama. Dua inti sikap yang dapat diteladani adalah saling menghargai dan menghormati.
Budaya kerjasama juga penting untuk dilestarikan sehingga faktor besar kerukunan di Lubuk Seberuk, yakni ikatan kewargaan (civic ties), semakin kuat dan produktif. Dengan begitu, Lubuk Seberuk ini sudah memenuhi syarat sebagai desa rukun dan ini perlu ditindaklanjuti sebagai program atau bagian dari visi/misi pemerintah daerah dalam pembangunan mental, spiritual, dan keagamaan yang mengutamakan kerukunan. (mnw)
Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.