Penelitian ini mengkaji konstruksi sosial moderasi beragama di kalangan mahasiswa. Kajian ini penting untuk menjadi bahan evaluasi sejauh respons mahasiswa terhadap pengarusutamaan moderasi beragama yang digaungkan oleh pemerintah.
Karena itu, moderasi beragama merupakan sebuah keniscayaan. Setidaknya ada tiga alasan mengapa moderasi beragama menjadi penting. Pertama, esensi agama Islam adalah untuk menjaga martabat manusia. Baik sebagai umat beragama ataupun sebagai warga negara. Moderasi beragama untuk mengembalikan esensi agama. Yakni memberikan panduan untuk bersikap adil terhadap keragaman Indonesia.
Kedua, keragaman peradaban manusia melahirkan multitafsir, fanatisme, ekstremisme, eksploitasi agama. Adalah sebuah konsekuensi dari keragaman Indonesia akan mendorong pada keragaman pemahaman.
Dari titik ini, penting kiranya sikap moderat menjadi panduan bersama. Harapannya, agar tidak terjebak pada fanatisme dan ekstremisme.
Ketiga, jauh lebih panjang, moderasi Islam merupakan strategi kita dalam merawat keindonesiaan yang multikultural.
Fokus penelitian ini adalah moderasi beragama di Perguruan Tinggi di Surakarta. Perguruan tinggi di Surakarta dipilih oleh penelitian ini, karena tiga alasan mendasar:
(1) Dalam rentang sejarah, Surakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki peran penting dalam setiap fase dinamika kehidupan Indonesia. Baik dalam ranah sosial, budaya, ekonomi, ataupun politik. Selain Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dalam era awal pergolakan reformasi, mahasiswa dan tokoh Surakarta juga memiliki andil.
(2) Selama ini, Surakarta dikenal sebagai kota yang majemuk. Baik dari segi etnis, agama, atau kelas sosial. Data demografi kota Surakarta tahun 2019 menunjukkan adanya keragaman agama Islam (78,66%), Kristen (21,01%), (Protestan 13,94%, Katolik 7,07%), Buddha 0,23%, Hindu 0,07%, dan lainnya 0,03%.
Etnis warga Surakarta juga beragam. Di dalamnya terdiri dari Jawa, Tionghoa, Arab, dan Tamil. Struktur demografi ini menunjukkan keragaman budaya, bahasa, dan tradisi yang berkembang di dalamnya. Akulturasi dan dialog budaya senantiasa dinamis terjadi.
(3) Dalam beberapa tahun terakhir, Surakarta juga diterpa kasus terorisme. Ditambah lagi dengan beberapa peristiwa terorisme di luar Surakarta yang dikaitkan dengan tokoh yang tinggal dan menetap di Surakarta. Indeks kota toleran kota Surakarta, sesuai dengan hasil survei Setara Institute 2018 berada di posisi 35 dengan skor 5,07 dari 94 kota yang ada di Indonesia.
Karena itu, kajian moderasi beragama di Surakarta ini sangat penting dilakukan. Termasuk di dalamnya adalah di kalangan mahasiswa di perguruan tingginya. Di satu sisi, sikap toleransi dan menghargai keragaman adalah salah satu budaya politik yang dibutuhkan untuk menopang demokrasi.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan empat cara; wawancara, observasi, dokumentasi, dan FGD Online. Peneliti melakukan wawancara dengan narasumber yang berhubungan dan menguasai tema yang relevan dengan substansi penelitian.
Tujuannya agar mendapatkan data yang lengkap dan mendalam. Adapun yang akan menjadi informan wawancara adalah: (1) mahasiswa IAIN Surakarta; (2) mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), (3) mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Temuan Penelitian
Penelitian ini fokus pada dua hal. Pertama konstruksi sosial moderasi beragama mahasiswa di empat perguruan tinggi di Surakarta dan penguatan demokratisasi di perguruan tinggi di Surakarta dalam kaitannya dengan penguatan moderasi beragama.
Dapat dipahami bahwa konstruksi sosial moderasi beragama di empat perguruan tinggi di Surakarta adalah sebuah proses interaksi sosial yang dilakukan secara terus menerus. Bukan suatu yang statis dalam satu tempo waktu. Mahasiswa di keempat perguruan tinggi di atas, secara aktif dan terus menerus menerima serta merespons isu dan peristiwa sosial terkait moderasi beragama yang terjadi di lingkungan kampus.
Di dalamnya tercakup proses internalisasi, yakni proses seorang subjek memasukkan nilai dan pengetahuan ke dalam ke-diriannya. Baik dalam masa pengenalan mahasiswa baru, perkuliahan, mentoring, diskusi, seminar, ataupun pelatihan-pelatihan.
Selanjutnya, dalam aspek penguatan demokratisasi, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa dari masing-masing kampus di Surakarta mengakui pendidikan Pancasila, civic education, ke-Nu-an, dan kemuhammadiyahan merupakan salah satu dasar pengetahuan untuk memiliki sikap yang terbuka menerima perbedaan.
Dalam internal sesama warga negara yang beragama Islam, perbedaan pendapat adalah sebuah kewajaran. Hanya saja, silaturahmi harus tetap dijalin. Mengedepankan interaksi sosial yang harmonis. (mzn)
Hasil penelitian selengkapnya klik di sini
Gambar ilustrasi: Antara