Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan banyak komponen. Baik komponen pimpinan sekolah, guru, dan siswa. Masing-masing komponen tersebut terikat dengan tujuan dan perencanaan yang telah ditetapkan oleh sekolah dalam bentuk kurikulum sekolah.
Pendidikan juga bisa diartikan sebagai usaha untuk membentuk peserta didik menjadi orang yang berkrakter baik akhlak, kecakapan, maupun kemampuan dalam berfikir. Karena esensi pendidikan adalah membentuk peserta didik menjadi orang yang lebih berkarakter.
Sebagaimana konsep pendidikan Barat, pendidikan Islam adalah pendidikan yang sadar akan tujuan, bahkan pendidikan Islam mempunyai ciri tujuan yang paling menonjol, yaitu sifatnya yang bercorak agama dan akhlak. Sifat keseluruhan yang mencakup segala aspek pribadi pelajar dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat. Tujuannya jelas dan berimbang, tidak ada pertentangan antara unsur-unsur yang ada dengan cara-cara pelaksanaannya.
Dari sudut pandang lain, pendidikan keagamaan merupakan manifestasi dari upaya peningkatan kualitas kemanusiaan, sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, manusia yang beriman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan ruhani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta bertanggungjawab.
Jika meminjam bahasanya Ki Hajar Dewantara, “Pendidikan merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup manusia. Sehingga sistem yang dibangun idealnya memerrdekakan manusia secara lahiriyah dan batiniyah”.
Selaras dengan apa yang disampaikan oleh bapak pendiri pendidikan di Indonesia di atas. Pendidikan Ke-NU-an adalah salah satu cara untuk mewujudkan sikap siswa yang berakhlak mulia, dengan karakteristik Kurikulum 2013 yang menekankan pada pendidikan sikap dan karakter. Pendidikan Ke-NU-an ini sangat diperlukan agar generasi bangsa kita tetap berpegang teguh pada ajaran Islam dan tidak terjerumus pada pergaulan yang salah.
Bila pendidikan dipahami sebagai suatu tindakan sadar untuk membentuk watak dan tingkah laku secara sistematis, terencana, dan terarah, maka pendidikan agama Islam harus merupakan sistem yang mengarah pada terbentuknya karakter, sikap, dan perilaku peserta didik yang sarat dengan nilai-nilai Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja).
Adapun tujuan pendidikan dalam Aswaja bertujuan untuk memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai paham Aswaja secara menyeluruh kepada peserta didik. Agar mereka memiliki nilai, etika, karakter dan ilmu yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara.
Selain itu juga, fungsi pendidikan Aswaja adalah untuk menanamkan nilai-nilai dasar Aswaja kepada peserta didik sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan ajaran Islam, serta untuk meningkatkan pengetahuan dan keyakinan peserta didik terhadap paham Aswaja.
Sehingga dari situ, harapannya mereka dapat mengetahui sekaligus dapat mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam nilai-nilai Aswaja yang meliputi dalam bentuk: selalu bersikap jujur, saling tolong-menolong, bersikap selalu amanah dalam menjalankan tugas, bersikap obyektif, dan konsisten dalam menjalankan tanggungjawab.
Oleh karena itu pendidikan karakter membutuhkan keseriusan dalam prakteknya karena semua itu dibutuhkan pembiasaan dan pembudayaan yang berkelanjutan tentang nilai-nilai baik yang diajarkan baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga.
Maka, pendidikan karakter dalam Aswaja dapat disebut pendidikan akhlak yang telah dipraktikkan oleh Rasulullah Saw. Sebab, pendidikan karakter ala Aswaja tidak hanya berdimensi kemanusiaan semata, namun juga mencakup dimensi ketuhanan.