Penduduk muslim Kamboja kini diperkirakan 800 ribu sampai satu juta jiwa atau sekitar 6% dari total penduduk negara Kerajaan Kamboja yang 14,8 juta jiwa. Diperkirakan juga, penduduk Muslim Kamboja telah terbangun sekitar 625 masjid, 850 musala, dan lebih ddari 1000 madrasah (raudlatul athfal, ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah).

Hasil penelitian Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang dilakukan Achmad Habibullah, memperlihatkan bahwa sebagian besar muslim Kamboja adalah Sunni bermadzhab Syafi’i.

Secara praktik-praktik keagamaan dapat dikategorikan sebagai ahlussunnah waljamaah. Hanya sebagian kecil penduduk muslimnya yang Wahabi (Salafi), dan sebagian kecil lainnya dari Islam Dakwah Jamaah Tabligh, yang kurang mendapatkan tempat dimasyarakat muslim Kamboja. Namun demikian, hampir semua lembaga pendidikan Islam yang ada di Kamboja sangat tergantung pada bantuan donasi dari luar negeri.

Pada sisi lainnya, lembaga pendidikan Islam yang ada di Kamboja belum memiliki standar baku, terutama pada aspek kurikulum, tenaga pendidik, bahan ajar, serta sarana prasarana pendidikannya. Dengan belum adanya standar baku terutama pada bidang kurikulum Kondisi Pendidikan Islam di Kamboja belum memiliki standar baku, terutama pada aspek kurikulum, bahan ajar, dan standar tenaga pendidiknya dan tenaga pendidik serta sangat terbukanya lembaga pendidikan Islam menerima bantuan donasi dari kelompok muslim luar Kamboja atau negara lain, maka akan sangat rentan lembaga pendidikan Islam seperti madrasah di masuki pengaruh paham keagamaan transnasional yang berideologi kekerasan dalam mencapai tujuannya.

Apabila paham-paham keagamaan transnasional yang cenderung membawa radikalisme dalam ideologinya sampai masuk ke dalam kehidupan lembaga pendidikan Islam (madrasah) di Kamboja, sudah sangat tentu dapat mengganggu stabilitas negara Kamboja, bahkan kawasan regional Asean.

Hasil dan Pembahasan

Indonesia yang sudah lebih mapan dalam sistem lembaga pendidikan Islamnya dapat berkontribusi lebih mengenalkan Islam wasathiyyah (Islam moderat) yang lebih mencerminkan Islam Rahmatan Lil’alamin kepada lembaga pendidikan Islam (madrasah) masyarakat muslim Kamboja. Pemerintah Kerajaan Kamboja tentu juga sangat menambahkan masyarakat muslim yang berkembang adalah masyarakat muslim yang berpandangan moderat dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Untuk itu, Pemerintah Indonesia yang lebih menampilkan soft diplomacy, dapat memainkan peranannya memperkenalkan moderasi Islam yang mengedepankan sebagai Islam Rahmatan Lil’alamin kepada lembaga pendidikan Islam (madrasah) masyarakat muslim Kamboja. Peranan tersebut dapat dimainkan dengan baik oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, dengan menjalin kerja sama Pengembangan Pendidikan Islam (madrasah) dengan Kamboja.

Kerja sama tersebut dapat dijalin antara Kementerian Agama Republik Indonesia (Ditjen Pendidikan Islam), dengan Kementerian Agama dan Budaya Kamboja. Kerja sama tersebut bisa dalam bentuk pengembangan kurikulum pendidikan Islam (madrasah), pengembangan standar tenaga pendidik, dan pengembangan bahan ajar.

Kebijakan Kerja sama bidang pendidikan Islam Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama dalam kerangka keempat negara MABIMS (Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura) maupun kebijakan perluasan kerja sama pengembangan pendidikan Islam dengan Filipina yang telah berjalan (sejak 2017) dan telah mapan kondisi pendidikan Islam pada negara-negara tersebut.

Untuk semua negara yang telah terjalin kerja sama bidang pendidikan Islam merupakan negara-negara yang telah mempunyai standar baku pendidikan Islamnya. Namun, kondisi pendidikan Islam di Kamboja belum memiliki standar baku terutama pada aspek kurikulum, bahan ajar, dan standar tenaga pendidiknya.

Walaupun masyarakat muslim Kamboja hampir semuanya termasuk muslim Sunni bermadzhab Imam Syafi’i (ahlussunnah waljama’ah) yang lebih mencerminkan Islam Wasathiyah (moderat), tetapi lembaga pendidikan Islamnya sangat rentan dipengaruhi paham keagamaan Islam Transnasional yang banyak mengusung jalan kekerasan (radikalisme). Oleh karena itu, negara Indonesia berkewajiban turut menjaga berkembangnya Islam wasathiyyah (Islam moderat) di Asia Tenggara, khususnya di Kamboja sebagai bagian dari soft diplomacy.

Kesimpulan

Masyarakat muslim Kamboja sangat membutuhkan uluran bantuan dari negara sesama Asean, seperti Indonesia untuk pengembangan lembaga pendidikan Islamnya. Sehingga menjadi sangat penting adanya kebijakan untuk menjalin kerja sama bidang pendidikan Islam dengan negara Kamboja.

Pada satu sisi, kerja sama tersebut, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama dapat membantu masyarakat muslim Kamboja dalam pengembangan mutu pendidikan Islamnya, juga pada sisi lainnya dapat memperkenalkan paham keagamaan Islam wasathiyyah (moderat) dan Islam Rahmatan Lil’alamin kepada lembaga pendidikan Islam masyarakat muslim Kamboja. (mzn)

Hasil penelitian selengkapnya klik di sini

Gambar ilustrasi: Anadolu Agency (aa.com.tr)

Topik Terkait: #Hasil Penelitian

Leave a Response