Para istri Nabi Muhammad saw. adalah sosok penting dalam sejarah peradaban Islam. Mereka mempunyai banyak peran di berbagai bidang, termasuk dalam bidang keilmuan. Mereka juga menjadi teladan bagi kaum perempuan bahkan laki-laki. Intensitasnya dalam bertemu Nabi membuat mereka mempunyai kedudukan istimewa, dan juga banyak mengambil ilmu dari Nabi Muhammad saw.

Salah satu istri Nabi yang mempunyai peranan penting dalam bidang keilmuan adalah Aisyah binti Abu Bakar. Sayyidah Aisyah, perempuan yang paling banyak meriwayatkan hadis. Selain itu beliau juga mempunyai peranan penting dalam bidang politik dan lain sebagainya.

Sebagai seorang perempuan yang paling banyak meriwayatkan hadis Nabi, banyak riwayat-riwayat hadis yang bersandar kepada beliau tersebar di Kutub al-Tis’ah. Di antaranya adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn Majjah, Sunan al-Darimi, Al-Muwaththa’, Musnad Ahmad ibn Hanbal.

Sayyidah Aisyah sendiri merupakan putri Abu Bakar. Beliau lahir di Mekkah empat tahun setelah masa kenabian dan dinikahi oleh Rasulullah saw. ketika di Mekkah. Yaitu pada saat sebelum hijrah ke Madinah atau pada tahun ke-10 kenabian.

Versi lain, beliau dinikahi oleh Rasulullah saw. tiga tahun setelah wafatnya Siti Khadijah. Ada juga yang berpendapat bahwa beliau dinikahi oleh Rasulullah saw. setelah Saudah binti Zam’ah, sebagaimana dijelaskan oleh Badr al-Din al-Zarkasyi dalam karyanya Al-Ijabat li Iradi ma Istadrakathu Aisyah ala al-Shahabah.

Beliau dinikahi oleh Rasulullah saw. ketika masih berusia tujuh tahun. Terkait dengan pada umur berapa Sayyidah Aisyah dinikahi oleh Rasulullah saw., terdapat banyak pendapat. Ada yang mengatakan beliau dinikahi oleh Rasulullah saw. pada usia tujuh tahun, sembilan  tahun, sepuluh tahun, dan 19 tahun.

Pernikahan Rasulullah saw. dengan Sayyidah Aisyah, di usia yang masih sangat muda adalah bagian dari pengecualian yang ada dalam diri Rasulullah saw. yang tidak boleh ditiru oleh umatnya. Rasulullah saw. baru berkumpul dengannya ketika berada di Madinah tepatnya pada bulan Syawwal setelah Rasulullah saw. pulang dari Perang Badar.

Sebagai sosok perempuan yang paling banyak meriwayatkan hadis, Sayyidah Aisyah selalu menjadi rujukan utama para sahabat yang ingin meriwayatkan hadis Nabi saw. Setidaknya nama-nama sahabat dan Tabi’in banyak yang mengambil riwayat dari beliau seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah ibn Abbas, Shofiyyah binti Syaibah, Abdullah ibn al-Harits ibn  Naufal, Ummu Kalsum, dan masih banyak yang lainnya.

Menurut Syuhudi Ismail, dalam bidang periwayatan hadis posisi Sayyidah Aisyah berada di urutan keempat sebagai orang yang banyak meriwayatkan hadis Nabi saw. setelah Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar ibn al-Khattab, dan Anas bin Malik.

Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah sendiri dalam Kutub al-Tis’ah terdapat sebanyak 5.965 hadis, sebagaimana yang dikemukakan oleh Agung Danarta dalam karyanya Perempuan Periwayat Hadis.

Banyaknya hadis yang disandarkan kepada beliau tidak lain karena beliau adalah Ummul Mukminin yang paling dicintai Nabi saw. dan masa hidupnya juga panjang setelah Nabi saw. wafat. Sehingga hal tersebut menjadi kesempatan  untuk mengajarkan hadis kepada banyak orang. Selain itu, beliau juga sosok perempuan yang cerdas yang menguasai ilmu fiqih, pengobatan dan sya’ir-sya’ir serta disiplin keilmuan lainnya.

Selain menguasai banyak ilmu, beliau juga mempunyai peran aktif dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam dunia politik. Untuk melihat bagaimana kiprah Sayyidah Aisyah dalam bidang politik, bisa membacanya dalam kitab Aisyah wa al-Siyasah karya Said al-Afghani.

Selain banyak meriwayatkan hadis, Sayyidah Aisyah juga menjadi rujukan bertanya para sahabat, termasuk para sahabat senior. Salah satu sahabat yang pernah bertanya kepadanya adalah Umar. Ketika para sahabat berbeda pendapat tentang mandi jinabat karena jima’ tapi tidak sampai keluar mani. Dan ketika ragu terhadap riwayat Amr ibn Umayyah tentang pemberian untuk istri adalah sedekah.

Sayyidah Aisyah juga banyak mengoreksi hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh para sahabat. Jika ada riwayat hadis yang sampai kepadanya dan tidak sesuai dengan yang beliau ketahui, maka beliau akan segera mengoreksi riwayat tersebut. Di antara para sahabat yang pernah dikoreksi oleh Sayyidah Aisyah adalah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Fathimmah binti Qays, Zaid ibn Arqam, Abdullah ibn Umar, Abdullah ibn Mas’ud, Zaid bin Tsabit, dan lain sebagainya.

Sayyidah Aisyah sendiri tinggal bersama Rasulullah saw. selama delapan tahun lima bulan, dan wafat di Madinah pada masa kepemimpinan Mu’awiyah.  Tepatnya pada Selasa, 17 Ramadhan 58 H. di usia 65 tahun.

Dari Sayyidah Aisyah kita bisa belajar bahwasanya perempuan juga harus mempunyai peran aktif dalam berbagai bidang. Baik itu dalam keilmuan, sosial, politik, masyarakat, dan lain sebagainya. Karena tidak semua bidang dan sektor yang ada dalam kehidupan bisa dikerjakan sendiri oleh kaum laki-laki. Laki-laki dan perempuan sebisa mungkin untuk saling bertukar peran dan saling melengkapi. Bukan saling mendiskriminasi.

 

Leave a Response