Adanya temuan terkait tingginya angka ketidakpahaman jemaah calon haji terhadap materi bimbingan manasik ibadah haji yang sudah diberikan sebelum keberangkatan ke tanah suci merupakan suatu hal yang menarik untuk dikaji lebih mendalam, karena soal pemahaman manasik haji berkaitan langsung terhadap potensi sah dan batalnya ibadah haji.

Hasil survei tahun 2018 yang dilaporkan Komisi Pengawas Haji Indoneisa (KPHI) menyebutkan bahwa terdapat 39,32% jemaah haji kurang memahami syarat, rukun, sunnah dan larangan dalam menjalankan ibadah haji.

Hasil survei pemahaman manasik ibadah haji ini ternyata tidak berbanding lurus dengan hasil survei kepuasan dalam layanan umum yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 menunjukkan angka sangat memuaskan dengan nilai indeks kepuasan sebesar 85,91 atau meningkat 0,68 dibandingkan tahun 2018 yang berada pada indeks 85,23.

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Pasal 6 dan 7 terkait kewajiban pemerintah dan hak jemaah haji disebutkan bahwa Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan Ibadah Haji, Akomodasi, Transportasi, Pelayanan Kesehatan, keamanan, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh Jemaah Haji.

Dalam hal ini berlaku rumus sederhana, sebaik apa pun pelayanan umum dan pelayanan perlindungan yang diberikan penyelenggara jika aspek pelayanan pembinaan atau bimbingannya kurang berhasil akan menambah jumlah jemaah yang tidak paham manasik ibadah haji.

Bimbingan pelaksanaan haji telah diatur oleh pemerintah melalui Surat Edaran Nomor: B-5.007/DJ.01/04/2018 tentang Pelaksanaan Bimbingan Manasik Haji tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan serta pembekalan bagi Ketua Regu (Karu) dan Ketua Rombongan (Karom) tahun 1439 H/2018 M. Namun, program mulia yang dilaksanakan setiap tahun sebelum keberangkatan jemaah calon haji tersebut terkendala beberapa hal yang menyebabkan tingkat serapan pemahaman rendah.

Di antara sekian kendala tersebut, yaitu menyangkut latar belakang pendidikan (X1) dan usia jemaah calon haji (X2) yang diduga menjadi faktor dominan dalam menentukan tingkat pemahaman materi bimbingan manasik haji (Y).

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini adalah pendekatan kuantitatif.  Dalam pelaksanaannya menggunakan metode survei dengan alat bantu kuesioner dan untuk pengukurannya menggunakan skala Linkert. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah jemaah haji Indonesia yang sudah terdaftar dan sudah menerima bimbingan manasik haji.

Sedangkan teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah Area Sampling, yaitu Jawa dan luar Jawa. Untuk daerah Jawa diwakili oleh Lamongan dan luar Jawa diwakili oleh Kendari.

Hasil Penelitian

Hasil survei dalam penelitian ini diperoleh bahwa ada sekitar 35% jemaah calon haji yang bisa memahami dengan baik materi bimbingan manasik haji dan 65% sisanya belum bisa memahami dengan baik materi tersebut.

Secara umum hasil temuan dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa latar belakang pendidikan dan usia mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap pemahaman materi bimbingan manasik jemaah calon haji di Lamongan dan Kendari.

Berdasarkan hasil survei terhadap 137 responden jemaah calon haji tahun 2020 yang berada di Kabupaten Lamongan dan Kota Kendari. Ternyata tidak sedikit jemaah calon haji yang kurang memahami materi bimbingan manasik haji.

Oleh karena itu, metode dan teknik dalam memberikan materi bimbingan antara jemaah calon haji yang lulusan sekolah dasar dengan yang sarjana tentu tidak bisa disama ratakan. Begitu juga dengan usia jemaah calon haji antara yang usia remaja, muda, produktif maupun yang sudah tua atau lanjut usia. (mzn)

Hasil penelitian selengkapnya klik di sini

Gambar ilustrasi: Antara/Yusuf Nugroho

Topik Terkait: #Hasil Penelitian

Leave a Response