Wabah Corona atau dikenal dengan Pandemik Covid-19 telah membawa perubahan signifikan pada dunia. Sekarang kita melihat adanya fenomena work from home, pembelajaran via online, pola hidup higinies, penurunan polusi udara, jalanan lengang, penggunaan teknologi untuk pengawasan, bahkan pembatasan perjalanan antar daerah dan negara, PHK besar-besaran terjadi di berbagai instansi, tingkat kriminalitas dan stress yang meningkat.
Sesungguhnya pandemik atau wabah penyakit sudah ada sejak masa lalu. Salah satunya yang mengguncang dunia ialah Black Death atau Tragedi Maut Hitam pada 1330 M. Begitu pun keberadaan wabah penyakit dalam dunia Islam, Ibn Hajar al-Asqalani (773-852 H) pernah menulis buku perihal wabah tha’un dalam karyanya Badzlul Ma’un fi Fadhlit Tha’un. Setidaknya disebutkan bahwa wabah sudah ada sejak masa Rasulullah dan Khalifah Umar, kemudian pada masa Dinasti Umayyah.
Banyak pandangan para pakar, terkait aktor di balik penyebaran virus corona. Namun, bila kita analisa secara seksama, ada upaya elit global menunggangi ‘wabah corona’ ini untuk menciptakan ketergantungan dunia pada kekuasaan mereka. Salah satunya dengan menciptakan panik global yang disebarkan melalui media agar terjadi chaos dan bergantung pada uluran tangan elit global. Apakah ini klaim? Rencana apa di masa depan yang telah mereka persiapkan bagi dunia?
Hegemoni Bertopeng
Kekuatan elit global ini disebut sejumlah pakar, seperti Noam Chomsky, James Petras, Pepe Escobar, Vanessa Beeley, dan lainnya dengan “Imperial” atau “Empire”. Kata ini bermakna penjajah, penguasa; sekelompok orang yang dengan kekuatan uangnya, melakukan penjajahan, baik penjajahan ekonomi, maupun pendudukan (perang). Mereka tidak terikat oleh negara, tapi memiliki pabrik senjata, industri minyak, dan berbagai jenis industri yang terkait perang.
Imperium, elit global, atau hegemoni yang berkuasa di dunia dewasa ini pun menjajah berbagai negara, terutama negara yang mereka sebut sebagai ‘negera berkembang, secara ekonomi. Kita bisa merujuk pada buku Economic Hitman, karya John Perkins yang mengungkapkan bagaimana negara-negara yang berutang kepada IMF dan Bank Dunia semakin terpuruk kondisi ekonominya, bahkan memberikan Sumber Daya Alam (SDA) y untuk diambil alih oleh perusahaan-perusahaan milik Imperium.
Dalam sebuah artikelnya, The Elite’s Covid-19 Coup Against a Terrified Humanity: Resisting Powerfully, Robert J. Burrowes melaporkan bukti-bukti bahwa pandemi Covid-19 digunakan untuk melayani kepentingan kelompok elit global dalam mengkonsolidasikan dan memperluas kekuatannya, sekaligus mengambil kendali total dunia.
Para elit global, mendirikan organisasi rahasia dan kontroversial yang bernama Bilderberg Group yang rutin mengadakan pertemuan tahunan. Undangan dihadiri orang-orang berpengaruh dunia, yang di dalam pertemuannya membahas berbagai rencana bagi masa depan dunia. Pertemuan pertama kelompok ini diadakan pada 1954 yang pada awalnya bertujuan untuk memperkuat AS dan Eropa demi mencegah konflik global setelah Perang Dunia II. Untuk mengetahui speak terjang mereka, silahkan merujuk pada karya Professor Andrew Kakabadse yang berjudul Bilderberg People.
Selain itu, elit global yang berupa bankster ialah World Bank (Bank Dunia). Lembaga donor ini merupakan salah satu yang concern terhadap pemberian pinjaman untuk menghadapi wabah virus corona. Dalam website resmi Bank Dunia, terdapat salah satu artikel yang berjudul World Bank Group Launches Emergency Corona Virus Support for Developing Countries.
Lembaga bankster lainnya, IMF (International Monetary Fund) memprediksikan pertumbuhan ekonomi global akan terjun ke level minus pada 2020. Lembaga tersebut telah mempersiapkan pinjaman utang kepada negara anggotanya, sebagaimana disebutkan dalam artikel “IMF Makes Available $50 Billion to Help Address Corona Virus”.
Selain menciptakan kebergantungan ekonomi, fakta menarik lainnya ialah pada 19-25 November 2019, elit global yang tergabung dalam Aliansi ID2020 mengadakan Konferensi tentang dampak Pembangunan Berkelanjutan bertema “Rising to the Good ID Challenge” di New York. Setelah itu berlanjut pada Januari 2020 di Davos, Swiss, yang mana ID2020 sepakat membuat program “identitas digital” ke penjuru dunia melalu vaksinasi sebagai platformnya.
Sebagaimana dalam laman website Aliansi ID2020 terdapat slogan “We need to get Digital ID Right”. ID2020 merupakan aliansi yang di dalamnya terdapat sekelompok mitra baik negara maupun swasta, termasuk badan-badan PBB dan masyarakat sipil. Silahkan merujuk pada artikel karya Peter Koenig The Corona Virus COVID-19 Pandemic: The Real Danger is “Agenda ID2020”.
Adapun elit global yang posisinya disebut Dina Sulaeman, pengkaji Hubungan Internasional, setara dengan negara, yaitu Bill Gates. Dia memiliki pengaruh yang besar terhadap dunia dan donatur terbesar kedua di WHO. Adapun yang pertama ialah AS, ketiga ialah Inggris. Bahkan, Gates berperan untuk menentukan Dirjen WHO. Sebagaimana laporan jurnalistik dari Politico mengungkapkan besarnya pengaruh Gates terhadap lembaga tersebut.
Semenjak pandemic Covid 19 merebak, Gates kerap berbicara soal penanganan pandemi ini. Gates acap kali menganjurkan agar negara yang terjangkit virus corona untuk lockdown, dalam istilahnya “strong isolation measures on a countrywide”. Bahkan sekarang Gates melalui yayasannya Bill & Melinda Gates Foundation menggelontorkan dana 100 juta US dollar atau setara 1,36 triliun rupiah kepada WHO untuk pengembangan vaksin dan penguatan deteksi virus.
Koresponden Gedung Putih Emerald Robinson dalam tweet-nya pada 6 April 2020 mengungkapkan bahwa Bill Gates memiliki relasi dengan wabah virus corona. Ada beberapa fakta yang disebutkan Robinson bahwa Gates merupakan penyandang dana terbesar kedua WHO. Selain itu, mantan pimpinan Microsoft itu telah membangun tujuh laboratorium vaksin, serta adanya proyek ID2020 yang kelak menjadi Kartu Tanda Penduduk (KTP) global.
Dr. Siti Fadilah Supari. telah mengingatkan agar pemerintah tidak membeli vaksin yang terkait dengan Gates. “Kalau Bill Gates sudah siap dengan vaksin corona sekarang, kapan dia punya seed virusnya? Apa sebelum pandemik corona? Apalagi pada tahun 2015 dia telah mengumumkan akan ada pandemik besar di 2020. Mantan Menteri Kesehatan 2004-2009 itu mengungkapkan dalam tulisan tangannya, yang sudah dikonfirmasi kepada pengacaranya, Achmad Colidin.
Alasan lain himbauan Dr. Siti ialah kemungkinan dipasangnya microchip oleh Bill Gates pada vaksin tersebut. Terkait dengan pembuatan vaksin yang ditengarai oleh elit global, Dr.Siti pernah menyebutkan dalam bukunya Saatnya Dunia Berubah “Kapan akan dibuat vaksin dan kapan akan dibuat senjata kimia, barangkali tergantung dari keperluan dan kepentingan mereka saja. Benar-benar membahayakan nasib manusia sedunia. Beginilah kalau sistem tidak transparan dan tidak adil.”
Pemaparan di atas terkait dengan wabah virus Corona), semakin mengindikasikan adanya upaya segelintir elit untuk memberlakukan proyek, sebagaimana disebut Yuval Noah Harari, “Transition from ‘over the skin’; Surveillance to ‘under the skin’”. Berbagai pengamat meyakini adanya upaya penanaman microchip pada tubuh manusia oleh segelintir elit, melalui apapun, termasuk vaksin. Ini sebagai penanda digital dari sistem biometrik.
Berkenaan dengan microchip implant pada tubuh manusia, sudah banyak artikel yang membahas tentang ini, salah satunya diterbitkan Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences yang berjudul Nanotechnology Use in Medicine karya N. Gopal Reddy. Selain itu, ada pernyataan Harari, dalam artikelnya pada Financial Times yang berjudul Yuval Noah Harari: The World after Coronavirus, edisi 20 Maret 2020. Ia menegaskan bahwa pada akhirnya, pasca pandemik Covid-19, kita harus memilih antara “Privacy and Health”. Saat seseorang dituntut untuk memilih antara privasi dan kesehatan, mereka pada umumnya akan memilih kesehatan.
Mengenai perilaku elit global, silahkan juga merujuk pada How the World Works dalam “Why Activists Fail”, juga banyak referensi lainnya. Profesor Michel Chossudovsky juga menyatakan dalam After the Lockdown: A Global Coronavirus Vaccination Program” bahwa penyebaran Covid-19 memiliki kecenderungan menuju pada lockdown di seluruh dunia yang dipelopori oleh ketakutan dan disinformasi media. Menurutnya, ini merupakan tindakan perang ekonomi melawan kemanusiaan.
Dengan demikian setelah program pengendalian dunia melalui Covid-19 ini berhasil, maka bisa diprediksi program selanjutnya akan dilancarkan para elit global. Sungguh membuat kesadaran kemanusiaan kita terguncang.
Refleksi Wabah Corona dalam Momentum Ramadhan
Berbagai penelitian telah mengungkap adanya sepak terjang kelompok elit global yang gencar membangun kekuatan dan melebarkan sayap ke seluruh dunia. Namun, kita harus yakin bahwa tidak ada yang mustahil ditaklukkan kecuali ‘singgasana’ Tuhan. Hal yang perlu kita lakukan saat ini ialah jaga imunitas diri dan keluarga, terutama dengan menjaga pikiran agar tidak dihantui ketakutan.
Pemerintah pun diharapkan melakukan langkah preventif dalam menangani wabah Covid-19, terutama menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia, terutama bagi masyarakat ekonomi lemah. Dalam konteks ini, negara tidak boleh menjadi korban dari skenario elit global yang ingin perekonomian dunia melemah, kemudian terjadi chaos.
Sebagai umat Islam kita meyakini hadirnya Imam Mahdi sebagai juru selamat. Konsep Mesiah ini juga diyakini agama samawi lainnya, yaitu Nasrani dan Yahudi. Di masa mendatang, kelak Mahdiisme akan menjadi sebuah sistem yang mampu menegakkan keadilan di dunia. Dengan kata lain, pertempuran antara Mahdiisme dan kedigdayaan elit global akan berlangsung.
Terlepas daripada itu, saat merenung, setiap orang tak akan menyangka bisa menjalani ‘hidup yang tidak normal’ seperti ini. Harmonisasi dalam hidup memang dibutuhkan, meskipun dalam masa tersulit hingga titik nadir kehidupan. Lockdown dalam hal ini bukanlah pilihan bagi negeri ini, tapi social distancing dengan tetap berempati terhadap orang lain merupakan jalan terbaik.
Terlebih di memasuki bulan suci Ramadhan, kita bisa fokus untuk melakukan ibadah. Tentunya dengan tekad yang kuat untuk menumpaskan kezaliman. Bulan Ramadhan ialah momen tepat untuk amunisi diri, menyiapkan bekal untuk menghadapi dunia yang semakin tak terprediksi. Kewaspadaan terhadap wabah corona ialah suatu keniscayaan, tapi bukan dengan ketakutan berlebihan.
Agaknya empati dengan meningkatkan solidaritas sosial merupakan langkah mendesak yang harus kita lakukan bersama. Distribusi harta benda yang diajarkan agama, bahwa di balik harta kita ada milik orang lain, bisa menjadi solusi. Tak sekadar menunaikan zakat fitrah atau zakat mal, tapi saling bantu-membantu terhadap orang-orang yang membutuhkan, meskipun sekadar berbagi makanan berbuka puasa.
Selain itu, meninggalkan kehidupan duniawi yang selama ini kerap menjadi gaya hidup masyarakat, akhirnya pun semakin terkikis. Nongkrong di mall, belanja barang branded, hangout di klub malam, atau kesenangan duniawi lainnya bisa tertahan dengan adanya wabah ini. Mungkin kita belum bisa menjalankan hidup minimalis ala kaum urban Jepang, tapi setidaknya kita akan semakin mengencangkan ikat pinggang untuk gaya hidup yang berlebih-lebihan.
Semoga Ramadhan di tengah wabah ini membuat kita semakin menjadi ‘manusia’. Sebagaimana fitrah manusia yang mengatakan tidak pada kezaliman, serta manusia yang peduli terhadap sesama. Semoga keadilan dan kebenaran tegak di bumi ini, serta wabah Covid-19 ini segera berlalu. Wallahu a’lam bish-shawab