Di antara Fardlu Kifayah dalam Islam adalah mengerjakan shalat secara berjamaah. Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendiri. Ada yang mengatakan selisih pahala yang didapatkan 27, ada juga yang mengatakan 25.
Salah satu hal yang perlu kita ketahui terkait shalat berjamaah adalah kapan kita sebaiknya berdiri untuk melaksanakan shalat berjamaah?
Para ulama lintas mazhab masih berselisih pendapat mengenai hal itu. Ada yang mengatakan setelah selesainya Iqamah, ada juga yang mengatakan pada pertengahan Iqamah. Berikut beberapa pendapat para ulama tentang waktu berdiri untuk melakukan sholat berjamaah:
Ulama kalangan Hanafiyah menjelaskan, bahwa waktu disunnahkannya berdiri bagi jama’ah adalah ketika ucapan orang yang Iqamah sampai pada “hayya alal falah” (حي على الفلاح) dan setelah berdirinya imam.
Ulama kalangan Hanabilah mengatakan bahwa waktu disunnahkannya berdiri bagi jama’ah adalah ketika ucapan orang yang Iqamah sampai pada “qod qomatis sholah” (قَدْ قَامَتْ الصَّلاَةُ).
Ulama kalangan Syafi’iyah mengatakan bahwa waktu disunnahkannya berdiri bagi jama’ah adalah ketika selesai dari Iqamah.
Ulama kalangan Malikiyah mengatakan bahwa waktu disunnahkannya berdiri bagi jama’ah adalah sesuai dengan kemampuan masing-masing orang, baik pada waktu iqamah, awal, ataupun akhir iqamah.
Empat pendapat diatas sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Wahbah az-Zuhaili, dalam kitab al-Fiqhu al-Islami wa Adillatihi. Beliau mengatakan:
“Akan kami jelaskan pembahasan terkait hukum berdiri untuk melakukan sholat. Dalam permasalahan tersebut para ulama fiqih terdapat 4 pendapat tentang waktu disunnahkannya berdiri untuk melakukan sholat berjamaah.
Kami ringkas sebagai berikut: pendapat kalangan mazhab Hanafiyah mengatakan, disunnahkannya berdiri untuk sholat berjamaah ketika orang yang iqamah mengatakan “hayya ala al-falah” dan setelah berdirinya imam.
Pendapat kalangan mazhab Hanabilah mengatakan, bahwa disunnahkannya berdiri bagi musholli ketika orang yang iqamah mengatakan “Qad Qamat as-Sholah”. Dan pendapat kalangan mazhab Syafi’iyah adalah disunnahkannya berdiri bagi musholli ketika selesainya iqamah.
Sedangkan pendapat kalangan mazhab Malikiyah mengatakan, bahwa kesunnahan tersebut tergantung kemampuan manusia, ketika iqamah, awal iqamah, ataupun setelahnya.
Pandangan Imam Malik bahwa tidak ada dalam hal ini (berdiri ketika jamaah) syariat yang dilestarikan, kecuali Hadist Abi Qatadah bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ketika shalat dikumandangkan, maka janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku.”
Ibnu Rusd mengatakan: “Jika hadist ini sahih, maka telah kujelaskan bahwa hadist tersebut merupakan hadist yang disepakati (Muttafaq alaih), dan wajib mengamalkannya. Jika tidak (sahih), maka permasalahan seputar berdirinya jamaa’ah tetap sebagaimana awalnya yang dimaafkan. Yaitu, tidak ada aturan dalam permasalahan tersebut, bahwa ketika seseorang berdiri maka dianggap baik.” (Lihat, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatihi, juz 2, hlm 336)
Syaikh Yusuf bin Abil Qasim menukil pendapat Imam Malik di atas dalam kitab at-Taj wa al-Iklil, Imam Malik mengatakan:
“Imam Malik mengatakan: Imam harus menunggu makmum sampai sempurnanya barisan. Dan tidak ada waktu anjuran bergegas berdiri untuk melakukan shalat setelah selesainya iqamah. Karena semua itu tergantung kemampuan manusia, ada yang kuat dan ada juga yang lemah.” (Lihat, at-Tajj wa al-Iqlil, juz 1, hlm 463). Wallahu a’lam bis shawab.