Penyuluh agama adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama.

Bagi Kementerian Agama posisi penyuluh agama dalam keadaan yang dilematis. Di satu sisi secara ideal keberadaan mereka sungguh memiliki makna penting di tengah maraknya berbagai persoalan keagamaan, namun di sisi yang lain, beberapa di antara mereka dalam kondisi yang stagnasi, tidak ada perubahan kinerja. Aktivitas penyuluh nyaris sama seperti sebelum mereka diangkat menjadi penyuluh agama.

Kegiatan penyuluhuan yang dilakukanpun merupakan sekedar aktivitas harian dan rutunitas saja. Dengan melihat kembali peran, eksistensi, dan problem-problem yang dihadapi penyuluh agama di satu sisi, sementara di sisi lain posisi penyuluh agama nyaris tidak mendapatkan perhatian yang serius dari pihak terkait, penting dilakukan riset terkait efektivitas penyuluh agama dalam meningkatkan religiositas masyarakat.

Religiositas

Religiositas berasal dari bahasa Inggris yaitu religiosity dari akar kata religy  yang berarti agama. Religiositas berasal dari bahasa Inggris yaitu religiosity dari akar kata  religy  yang berarti agama. Beragama berarti memeluk atau menjalankan agama. Sedangkan keberagamaan adalah adanya kesadaran diri individu dalam menjalankan suatu ajaran dari suatu agama yang dianut.

Kajian kali ini fokus pada penyuluh agama non PNS dan efektivitas penyuluhan yang mereka lakukan, yaitu sejauh mana tingkat Religiositas jamaah setelah mengikuti kegiatan penyuluhan agama. Penelitian ini bersifat evaluasi. Pengertin evaluasi sendiri adalah proses penilaian pencapaian tujuan dan pengungkapan masalah kinerja suatu proyek untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas kinerja proyek tersebut.

Untuk melihat efektivitas kebijakan, dalam hal ini peran penyuluh agama Non PNS dalam meningkatkan Religiositas masyarakat, maka ada dua hal yang menjadi fokus penelitian yaitu: (a) melihat effort (upaya) penyuluh berdasarkan materi yang disampaikan, metode, dan media yang dipakai dalam penyuluhan (b) melihat sejauh mana keberhasilan penyuluh dalam melaksanakan tugas kepenyuluhan berdasarkan informasi (ekspektasi) dari masyarakat binaan.

Metodelogi pengumpulan data di lapangan menggunakan beberapa metode yaitu wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), observasi, dan studi dokumen atau literatur. Wawancara dilakukan terhadap beberapa key informan yaitu para pejabat Kementerian Agama Kantor Kota Surabaya, para penyuluh agama PNS dan Non PNS, para tokoh agama, tokoh organisasi keagamaan, dan anggota masyarakat.

Secara demografi, jumlah total penduduk Kecamatan Tambaksari sebanyak 251.789 jiwa laki-laki dan perempuan. Sementara jumlah penduduk Kecamatan Tambaksari adalah 104.478 jiwa. Kemudian jumlah penyuluh agama seluruhnya di daerah tersebut ada 10 orang, terdiri dari 2 penyuluh PNS dan 8 orang Non PNS.

Metode Penyuluhan

Beberapa penyuluh memiliki kelompok binaan dari kalangan anak-anak usia sekolah (SD, SMP, SMA) bahkan pendidikan anak susia dini (PAUD), sebagian lainnya majelis taklim atau kelompok wirid/ dzikir rutin. Adapun tempat subjek binaan ada yang di masjid, musalla, atau aula khusus yang disiapkan untuk pengajian.

Materi yang disampaikan oleh para penyuluh dalam melakukan penyuluhan dan bimbingan adalah tema sekitar persoalan teologi (keimanan), ibadat dan etika berdasarkan agama masing-masing.

Secara umum metode penyuluhan dan bimbingan yang dilakukan oleh para penyuluh di kota Surabaya selama ini masih menggunakan metode konvensional yaitu melalui tatap muka langsung (komunikasi verbal interpersonal) seperti ceramah, tanya jawab, dan diskusi.

Religiositas Masyarakat

Capaian penyuluhan agama pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu capaian kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun demikian, peningkatan kualitas pengamalan keagamaan dapat diukur melalui beberapa capaian minimal yaitu:

Pertama, bertambahnya pengetahuan dan pemahaman jamaah tentang keagamaan.

Kedua, meningkatnya kegiatan ibadah para jamaah.

Ketiga, menunjukkah akhlah yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Empat, tidak melakukan pelanggaran terhadap norma agama, masyarakat, dan negara.

Di samping itu, ada beberapa faktor  yang menghambat tugas seorang penyuluh diantaranya honor masih minim, SDM penyuluh dalam hal IT (informasi teknologi) masih minim, media untuk menyampaikan materi baru komunikasi verbal – interpersonal (masih terbatas).

Demikian faktor pendukung penyuluh di antaranya, umumnya rumah penyuluh dengan lokasi kelompok binaan relatif dekat, waktu dan kelompok binaan bisa dipilih oleh penyuluh secara bebas dan lain sebagainya.

Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang, permasalahan penelitian dan hasil penggalian data di lapangan, penelitian ini menyimpulkan beberapa hal yaitu,

Pertama, penyuluh agama Non PNS di lokasi penelitian memiliki kelompok binaan yang bisa dikategorikan dalam dua kelompok yaitu kelompok pengajian anak-anak usia sekolah yang biasa disebut TPQ/TPA dan kelompok pengajian dewasa/orang tua.

Untuk kelompok pertama materi yang disampaikan pada pokoknya seputar baca tulis Al-Qur’an, bacaan dan praktik (tata cara) shalat. Sedangkan kelompok kedua, materi keagamaan lebih lengkap, meliputi akidah, ibadah (fiqh), hadits, tafsir, akhlak, dan sejarah para rasul/nabi dan sahabat.

Kedua, kegiatan penyuluhan yang dilakukan para penyuluh agama non PNS di lokasi penelitian, relatif dapat dikatakan berhasil meningkatkan religiositas jamaah.

Ketiga, kepenyuluhan agama memiliki dinamika. Hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor penghambat atau kendala dan pendukung. (RMF)

 

Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Abdul Jamil yang diterbitkan oleh Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan tahun Kementerian Agama tahun 2020.

Topik Terkait: #Hasil Penelitian

Leave a Response