Indonesia sebagai negara muslim terbesar dan negara demokrasi, dikenal sebagai negara yang damai dan moderat, Azyumardi Azra memandang Islam Indonesia sebagai “Islam with a smilling face” yang penuh damai dan moderat, sehingga tidak ada masalah dengan modernitas, demokrasi, HAM dan kecenderungan lain di dunia modern.

Wajah muslim Indonesia yang berkembang ini, tidak terlepas dari pengaruh pandangan keagamaan Islam moderat yang disampaikan para pembawa Islam dalam mengembangkan pendidikan dan dakwah di bumi nusantara. Oleh karena itu pandangan keagamaan yang moderat ini perlu dirawat dan dikembangkan dalam mewujudkan Islam rahmatan lil alamin.

Munculnya pandangan Keagamaan ekstrem baik konservatif maupun liberal di masyarakat jika tidak di selesaikan dengan baik akan menimbulkan intoleransi, radikalisme bahkan konflik di masyarakat. Misalnya kasus terkait intoleransi berbasis agama dan etnis yang terjadi di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, beberapa kasus pesantren Salafi yang dianggap memiliki pandangan yang berbeda dengan mainstream, kasus kebebasan dalam beragama (nikah beda agama, warisan laki-laki sama dengan perempuan).

Penyelesaian dalam kasus-kasus keagamaan di masyarakat tidak cukup hanya diselesaikan dengan tindakan hukum, pemerintah juga harus memikirkan bagaimana sikap ekstrem itu sudah dibendung sejak di hilir. Membendung sikap ekstrem sejak di hilir penting untuk mendorong upaya preventif ketimbang upaya represif yang sering kali mengkriminalkan korban.

Upaya membendung pandangan ekstrem sejak dari hilir ialah dengan memberikan edukasi terus-menerus kepada masyarakat tentang betapa pentingnya nilai keberagaman, keterbukaan, anti diskriminasi, dan tunduk pada hukum agar terciptanya kedamaian dan harmoni di tengah masyarakat. Edukasi terus-menerus itu bisa dilakukan, melalui majelis taklim.

Mengingat peran sentral pendidikan moderasi dalam mewujudkan kehidupan beragama yang rukun dan damai, hal ini juga sejalan dengan misi Kementerian Agama dalam memperkuat gerakan moderasi beragama. Majelis taklim sebagai lembaga pendidikan berbasis masyarakat memiliki peran sentral dalam meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama yang moderat.

Oleh karena itu pendidikan moderasi tentang toleransi (tasammuh), tawasut (tengah-tengah) dan wathaniyah (kebangsaan) sangat diperlukan, terutama untuk memahami dan memecahkan persoalan kehidupan intern dan ekstern umat beragama di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini difokuskan pada pendidikan moderasi di majelis taklim yang secara khusus mengetahui tentang : 1) Pengetahuan nilai-nilai tawasut, tasammuh dan wathaniyah di majelis Taklim; 2) Penghayatan atau sikap tentang nilai-nilai tawasut, tasammuh dan wathaniyah di majelis Taklim, dan 3) Pengamalan atau Perilaku tentang nilai-nilai tawasut, tasammuh dan wathaniyah di majelis Taklim.

Pendidikan moderasi dimaknai sebagai upaya mewujudkan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai agama yang moderat (tawasut, tasammuh dan wathaniyah) yang terhindar dari bentuk pemahaman dan praktik keagamaan yang berlebih-lebihan dan ekstrem (konservatif dan liberal).

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian ini adalah Kuantitatif dengan menggunakan metode surveI. Studi ini dilakukan di 15 Kabupaten/Kota yaitu  Medan, Bangka, Lampung Selatan, Kuningan, Bandung, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Landak, Manado, Ambon dan Denpasar.

Sasaran studi ini adalah lembaga majelis taklim sebanyak 150 lembaga, dengan melibatkan 150 orang ustad/ah dan 1500 orang anggota Jamaah majelis taklim.

HASIL PENELITIAN

Pengetahuan taswasut diartikan sebagai pemahaman nilai-nilai agama yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama), Pengetahuan tasammuh (toleransi) adalah pemahaman atau pengetahuan tentang pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya sikap fair dan berada di atas semua kelompok/golongan. Pengetahuan Wathaniyah dimaksudkan sebagai pengetahuan atau pemahaman tentang penerimaan eksistensi negara bangsa di mana pun berada dengan mengedepankan orientasi kewarganegaraan.

Aspek pengetahuan pendidikan moderasi di majelis taklim tergolong kategori rendah yaitu sebesar 45,14, aspek pengetahuan pendidikan moderasi ini meliputi nilai-nilai tawasut sebesar 40,75, tasamuh sebesar 50 dan wathaniyah sebesar 44,67, pengetahuan tentang tasamuh lebih dominan dibanding dengan tawasut dan wathaniyah.

Penghayatan atau sikap tawasut dimaknai sebagai sikap terhadap nilai-nilai agama yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama). Sikap tasammuh (toleransi) adalah sikap penerimaan tentang pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

Oleh karena itu, wasatiyyat menuntut sikap fair dan berada di atas semua kelompok/golongan. Sikap Wathaniyah dimaksudkan sebagai sikap atau penghayatan tentang penerimaan eksistensi negara bangsa dimanapun berada dengan mengedepankan orientasi kewarganegaraan.

Aspek sikap pendidikan moderasi di majelis taklim juga tergolong masih rendah yaitu sebesar 55,84, aspek sikap pendidikan moderasi ini meliputi nilai-nilai tawasut sebesar 54,92, tasamuh sebesar 76,10 dan wathaniyah sebesar 36,50, sikap tentang tasamuh lebih dominan dibanding dengan tawasut dan wathaniyah.

Perilaku taswasut diartikan sebagai pengamalan nilai-nilai agama yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama), Perilaku tasammuh (toleransi) adalah pengamalan tentang pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya dan oleh karena itu wasatiyat menuntut sikap fair dan berada di atas semua kelompok/golongan.

Sedangkan perilaku Wathaniyah dimaksudkan sebagai pengamalan tentang penerimaan eksistensi negara bangsa di mana pun berada dengan mengedepankan orientasi kewarganegaraan.

Aspek perilaku pendidikan moderasi di majelis taklim juga tergolong masih rendah sebesar 51,41, aspek perilaku pendidikan moderasi ini meliputi nilai-nilai tawasut sebesar 58,81, tasamuh sebesar 54,29 dan wathaniyah sebesar 41,13, perilaku tentang tawasut lebih dominan dibanding dengan tasamuh dan wathaniyah.

Dari pengetahuan dan sikap responden dilihat nilai sikap lebih besar dibandingkan dengan nilai perilaku dan pengetahuan. pada aspek pengetahuan responden lebih mengetahui tentang nilai-nilai tasamuh pada moderasi Islam. Sikap juga demikian, tasamuh lebih disikapi secara positif, tetapi pada perilaku, nilai-nilai tawasut telah diamalkan oleh responden, ketimbang nilai-nilai wathaniyah dan tasamuh. Nilai wathaniyah, baik pada aspek pengetahuan, sikap dan perilaku di bawah daripada nilai tawasut dan tasamuh.

Hasil penelitian selengkapnya klik di sini

Gambar ilustrasi: Dok Ponpes Madinatul Qur’an

Topik Terkait: #Hasil Penelitian

Leave a Response