Jamaah Tabligh (JT) merupakan gerakan keagamaan transnasional yang pada mulanya lahir dan berkembang di India. Di Indonesia, JT mulai muncul pada tahun 1952 di Masjid al-Hidayah Medan. Lembaga Kaderisasi JT didirikan dan dipusatkan di Pondok Pesantren al-Fatah, Temboro, Magetan, Jawa Timur.

Seluruh penduduk Desa Temboro adalah penganut agama Islam yang sangat religius, ini tak lepas karena di Desa Temboro ada Pondok Pesantren Al Fatah. Pondok Pesantren Al Fatah sangat aktif berdakwah untuk mensiarkan agama Islam, tidak hanya di sekitar desa tapi keseluruh pelosok Indonesia, bahkan ke luar.

Masuknya gerakan dakwah Jamaah Tabligh ke Temboro, Magetan tidak melalui Jamaah yang sudah lebih dahulu eksis di Indonesia, melainkan diperkenalkan secara langsung oleh Jamaah yang datang dari India di bawah pimpinan Amîr Ahmad Shabur, yaitu sekitar tahun 1980an. Ahmad Shabur sendiri adalah salah seorang cendekiawan dan guru besar di Universitas Alighard India.

Di Temboro, Ahmad Shabur beserta Jamaah yang lain berdakwah dari pintu ke pintu rumah masyarakat. Mengajak dan memberi contoh konkrit kepada masyarakat untuk memakmurkan masjid, senantiasa salat berjamaah, membaca al-Qur’ân, menyampaikan hadis-hadis Nabi serta pengajaran adab-adab Islam sesuai petunjuk dari al-Qur’ân dan sunnah Nabi Muhammad.

Islam yang terlihat pada wajah Jamaah Tabligh adalah santun, rendah hati, dan cenderung menghindar dari khilafiyah (perbedaan pendapat). Tujuan utama gerakan ini adalah membangkitkan jiwa spiritual dalam diri dan kehidupan kaum muslim. Jamaah Tabligh adalah pergerakan non-politik terbesar di seluruh dunia.

Jamaah Tabligh juga dikenal memiliki kebiasaan dan tradisi yang unik yang sarat dengan berbagai macam simbol dalam penampilan fisik, seperti memelihara jenggot serta pakaian khas dengan model jalabiya (celana longgar cingkrang dengan baju atasan panjang hingga lutut). Ciri- ciri lain adalah menggunakan parfum beraroma khas, makan bersama dengan tangan dalam satu nampan, kebiasaan menggunakan siwak untuk menjaga kebersihan mulut, dan masih banyak lagi ciri khas lainnya yang sarat dengan makna kebajikan dan mengikuti sunnah.

Umumnya, JT menjadikan masjid di setiap yang mereka kunjungi sebagai basis dakwah dan penyebaran manhaj salafi nya. Karena kegiatan ini, gerakan JT sering disebut sebagai gerakan sempalan. Bahkan, JT telah dituduh sebagai gerakan keagamaan yang sering mengambil alih atau menduduki masjid milik kaum Muslim mayoritas.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian milik Ahsanul Khalikin ini ingin melihat model kerukunan dalam kelompok keagamaan di Temboro, Magetan, terutama Gerakan Keagamaan JT sehingga keberadaannya tampak semakin harmoni pada masyarakat sekitar. Tulisan ini juga bertujuan sebagai sarana untuk melakukan sosialisasi kepada semua pihak yang ingin melakukan penyelesaian permasalahan terkait gerakan keagamaan dengan model penyelesaian permasalahan, baik secara hukum maupun kompromi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara berupa Focus Group Discussion bersama narasumber, seperti Pimpinan JT, pimpinan ormas lain, cendekiawan, dan pemerintah setempat yang memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait keberadaan JT. Peneliti juga melakukan observasi dengan kunjungan ke markas Pesantren al Fatah Temboro.

Temuan Penelitian

Bagi JamaahTabligh, prioritas utama dalam beribadah adalah amalan. Contohnya, ketika melaksanakan sholat tahajud, mereka akan berdoa sambil menangis. Berdoa dengan harapan Allah mengabulkan doa-doanya. Contoh lain, ketika seseorang kekurangan ekonomi harus sungguh-sungguh baca surah waki’ah, dan lain sebagainya. Hal-hal yang sudah diberikan tidak hanya menjadi pengetahuan saja, melainkan diamalkan.

Jamaah Tabligh pondok pesantren Al-Fatah Temboro memiliki pola manajemen khuruj yang saling membutuhkan seperti saudara. Dalam hal ini, terjadi kesalingan antar JT dan ormas lainnya. Ketika NU tidak bisa menjangkau dakwah ke masjid-masjid, maka dakwah Ponpes al Fatah justru menjangkau semua lapisan, bahkan dari pejabat hingga lapisan bawah. Dilihat dari sisi hubungan kultural, antara JT dan ormas lain juga tidak pernah ada masalah.

Seiring berjalannya waktu, JT di Temboro perah mendapatkan persekusi. Penyebabnya, baju salafiah yang dipakai di Temboro dikhawatirkan membawa pengaruh paham radikal. Hal ini harus hati-hati dan harus segera diantisipasi. Indikasi ini bukan menuduh melainkan berprinsip pada kehati-hatian, apalagi jamaah Tabligh keberadaannya ada di seluruh dunia, dan yang terbanyak ada di Pakistan dan India. Di karenakan ada indikasi persekusi tersebut, pihak Ponpes Al-Fatah Temboro melakukan ekstra kewaspadaan dan kehati-hatian, karena di khawatirkan pihak luar akan memanfaatkan gerakan Jamaah Tabligh untuk kepentingannya sendiri.

Kesimpulan

Doktrin Jamaah Tabligh sangat kuat sampai ke akar-akarnya. Jamaah Tabligh bukan untuk menjadi masyarakat tersendiri, bukan satu organisasi sendiri, tapi satu gerakan amalan, semua bisa masuk dalam Jamaah Tabligh. Hal tersebut pada akhirnya juga mendorong lahirnya kerukunan antara JT dan ormas lainnya. Faktor lain pemicu lahirnya kerukunan juga dipengaruhi karena JT memiliki pola manajemen khuruj yang mana pola tersebut mengutamakan saudara dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, secara umum gerakan Jamaah Tabligh di Temboro merupakan gerakan dakwah yang berpijak pada penyampaian (tabligh) secara berjamaah dengan materi tentang keutamaan-keutamaan ajaran Islam kepada setiap orang yang ditemuinya, sehingga siapa pun dapat masuk untuk mengikuti ajaran yang digaungkan oleh Jamaah Tabligh. (ANS)

 

*) Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Ahsanul Khalikin yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama tahun 2020.

Gambar ilustrasi: AP/Manish Swarup

Topik Terkait: #Hasil Penelitian

Leave a Response