Ada tiga langkah yang dilakukan Kementerian Agama, untuk meminimalkan ketimpangan dalam penyelenggaraan pendidikan agama dan keagamaan, di antaranya adalah melakukan pembinaan pondok pesantren, madrasah, dan di sebaran SDM guru-guru agama ke wilayah perbatasan.

Salah satu program yang sedang dilakukan adalah merevitalisasi 11 pesantren dan 1.300 madrasah di wilayah perbatasan. Akan tetapi sebuah kebijakan Dalam implementasinya tidak semudah apa yang tertulis. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut diperlukan treatmen-treatmen agar kebijakan tersebut dapat terimplementasi sesuai yang diharapkan.

Sebuah kebijakan tidak akan terealisasikan ketika kebijakan tersebut tanpa dibarengi dengan faktor pendukung yang bisa menyukseskan sebuah kebijakan tersebut, di antaranya adalah

1. Revitalisasi pondok pesantren dan madrasah tanpa dibarengi dengan adanya bantuan sarana dan
prasarana, SDM tenaga pendidik dan kependidikan, dan biaya operasional yang mencukupi, justru akan menimbulkan sebuah permasalahan baru. Oleh karena itu perlu sebuah kebijakan baru dalam rangka penanganan masalah pendidikan agama dan keagamaan di wilayah perbatasan.

2. Kebijakan terhadap Penyebaran guru pendidikan agama dan keagamaan juga harus disesuaikan/diimbangi dengan ratio kebutuhan wilayah, waktu/lama pengabdian, dan kebutuhan hidup yang layak. Untuk itu dalam penyelesaian wilayah perbatasan diperlukan sebuah kebijakan yang jelas untuk dapat direalisasikan.

Hingga saat ini kebutuhan di atas belum juga terpenuhi, untuk mengisi kekosongan tersebut Puslitbang pendidikan agama dan keagamaan sejak tahun 2017 hingga tahun 2019 melakukan kegiatan riset aksi dengan tema “Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan berwawasan Kebangsaan di Wilayah 3T”.

Pada tahun 2017 diawali dengan pemetaan dan analisis kebutuhan di masing-masing lokasi. Pada tahun 2018 Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
melakukan action riset di enam lokasi wilayah perbatasan (Natuna, Entikong, Atambua, Saumlaki, Sekow Sae, dan Sanghe Talaud).

Kegiatan tersebut bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Keagamaan melalui KKN Mahasiswa di antaranya adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, IAIN Ambon, IAIN Pontianak, IAIN Menado, STAIN Jayapura dan STAI Natuna.

Kegiatan riset aksi mahasiswa tersebut adalah: 1) Melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam rangka memperkuat SDM Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2) Menjalin senergitas antara Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan dengan PTKIN dan 3) Melakukan penelitian pendidikan keagamaan, kerukunan dan kebangsaan di wilayah perbatasan.

Pada tahun 2019 tahap ke dua bekerjasama dengan Perguruan Tinggi Keagamaan di lima
lokasi wilayah 3T ( Tertinggal, Terdepan dan Terluar) yaitu: UIN Jambi dengan Suku Anak Dalam
di Muaro Bungo Jambi, IAIN Kendari dengan Suku Bajo di Wakatobi, IAIN Pontianak dengan Suku Dayak di Badau, STIT dan STKN Kupang dengan Pulau Rote dan IAIN Ambon dengan Pulau Buru Kabupaten Buru.

Hasil dan Pembahasan

Adapun hasil dari pelaksanaan riset aksi tahap kedua yang dilakukan oleh Peneliti dan KKN Mahasiswa secara umum adalah 1) Melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam rangka memperkuat SDM Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2) Menjalin senergitas antara Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan dengan PTKIN dan 3) Melakukan penelitian pendidikan keagamaan, kerukunan dan kebangsaan di wilayah 3T (Tertinggal, terdepan, dan terluar. Dan secara rinci adalah:

1. Suku Anak Dalam (SAD) Jambi

Komunitas Suku Anak Dalam atau bisa disebut Anak Rimba di Desa Pasir Putih, Pelepat, Kabupaten Bungo terdiri dari 35 KK. Dengan rincian 24 KK beragama Islam dan 11 KK masih menganut Animisme. Penguatan dilakukan pada:

a. Pembinaan dan Pemberdayaan Suku Anak Dalam (SAD) lebih ditekankan pada peningkatan kualitas pendidikan, baik jalur pendidikan formal, Nonformal, maupun informal. Sehingga mampu memahami persoalan hidupnya, mampu berpikir mandiri, kreatif menciptakan peluang usaha dan peka terhadap tuntutan kemajuan zaman

b. Pendampingan Tenaga pendidik (SDM). Pendidik agama Islam sangat dibutuhkan karena dengan kondisi masyarakat suku Anak Dalam Jambi yang mayoritas Islam, namun belum memiliki kesadaran penuh terhadap urgensi agama. Masyarakat lebih cenderung mementingkan kondisi ekonomi, sehingga menomerduakan pentingnya agama dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, urgensi kehadiran pendidik agama Islam menjadi sangat perlu untuk membangun kesadaran beragama masyarakat, menambah wawasan agama, dan mendorong masyarakat untuk senantiasa mengimplementasikan dan mengutamakan agama dalam kehidupan sehari-hari.

c. Menumbuhkan motivasi kepada masyarakat (Orang Tua dan Anak) agar mampu hidup berdampingan dengan bermasyarakat sekitar. Dan secara optimal dapat memberdayakan sumber ekonomi yang dimiliki sehingga mampu melaksanakan aktivitas pembangunan secara mandiri dan berkelanjutan.

d. Melakukan riset penggalian potensi kearifan lokal pada masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) baik dibidang pendidikan, kerukunan, kebangsaan.

2. Suku Dayak Kalimantan Barat (Pontianak)

Suku Dayak Iban pada awalnya adalah penganut animisme dengan Masuknya para Misionaris Kristen telah berhasil mengubah kepercayaan suku Dayak Iban menjadi percaya pada Al-Kitab. Katolik dan Kristen Protestan. Dan sebagian menganut agama Islam karena pengaruh orang Jawa pada masa kerajaan Demak.

Adapun penguatan dilakukan pada:

a. Menumbuhkan nasionalisme masyarakat, mengingat suku Dayak Iban yang sangat beragam pengaruh hadir di antaranya pengaruh Tionghoa, Pengembangan paham keagamaan yang multi kultural perlu terus didorong agar kehidupan toleransi, saling menghargai antar agama bisa mempunyai dampak kemajuan bagi masyarakatnya

b. Pendampingan SDM Tenaga Pendidik, tenaga pendidik agama Islam sangat diperlukan karena Sekolah tidak menyediakan guru pendidikan agama Islam. Sehingga para penganut Islam tidak mendapat pelayanan pendidikan agama Islam secara baik.

c. Pendampingan masyarakat suku Dayak iban dalam

3. Pulau Rote Nusa Tenggara Timur

Dari hasil riset aksi yang dilaksanakan oleh peneliti dan mahasiswa KKN di perbatasan Atambua, sebagai berikut:

a. Menghidupkan dan pembinaan organisasi atau kegiatan lintas agama untuk membangun titik temu
kesepahaman dalam melihat berbagai masalah sosial keagamaan.

b. Penguatan tenaga pendidik dan kependidikan di lembaga pendidikan Islam dan PAI di sekolah Pemberdayaan lembaga pendidikan keagamaan (Sekolah, Madrasah, Pondok Pesantren dan Majelis
Taklim)

c. Perlu pendidikan life skills untuk membekali peserta didik untuk survive di daerah perbatasan dan perkembangan Pulau Rote sebagai daerah pertumbuhan seperti sablon, cuci foto, photografer,
jurnalistik.

d. Melakukan riset penggalian potensi kearifan lokal pada masyarakat Pulau Rote baik dibidang
pendidikan, kerukunan, kebangsaan.

4. Pulau Buru Maluku

Pulau dimana terdapat Bekas tahanan politik yang terletak di desa Savana Jaya yang dibuang ke Buru
karena dituduh punya hubungan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka membangun rumah dan tempat ibadah, serta membuka dan mengolah lahan pertanian. Mereka memilih menetap dan menghabiskan sisa hidup di Pulau Buru setelah semua tahanan politik dinyatakan bebas pada 1979.

Dari hasil riset aksi yang dilakukan di Pulau Buru, dapat dipetakan sebagai berikut:

a. Pendampingan masyarakat dalam rangka untuk memulihkan nama baik dan menumbuhkan nasionalisme masyarakat. Karena hingga saat ini stigma tapol masih melekat, sehingga lapangan pekerjaan masih sulit untuk didapat bagi para keturunan mereka

b. Pendampingan SDM Tenaga Pendidik. Minimnya tenaga pendidikan Islam, sehingga sudah terkontaminasi dengan paham keagamaan yang tidak sejalan dengan pemerintah

c. Minimnya fasilitas dan sarana prasarana pendidikan di Pulau Buru perlu mendapatkan perhatian
yang serius dari pemerintah. Banyak anak-anak yang pergi ke sekolah harus menempuh perjalanan
cukup jauh untuk sampai di sekolah. Karena transportasi belum ada.

d. Melakukan riset penggalian potensi kearifan lokal pada masyarakat Penduduk Pulau Buru
baik dibidang pendidikan, kerukunan, kebangsaan.

5. Suku Bajo Sulawesi Tenggara

Riset aksi penguatan pendidikan keagamaan dan kebangsaan di Kabupaten Wakatobi dipetakan antara lain:

a. Kerukunan umat beragama Suku Bajo sangat terjaga, sehingga memungkinkan umat minoritas dapat mengembangkan pendidikan agama dan keagamaan;

b. Pendampingan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan agama dan keagamaan, khususnya Islam untuk pengelolaan madrasah, madrasah diniyah, majelis taklim, TPA dan TPQ;

c. Penguatan pendidikan keagamaan dan kebangsaan di suku Bajo di antaranya: (1) Penanaman Nilai Toleransi Sebagai Tindakan Menjaga/Meningkatkan Solidaritas kerukunan; (2) penguatan 4 pilar kebangsaan dan Islam Indonesia pada komunitas Suku Bajo; (3) Penguatan Manajemen konflik masyarakat pengelola sumber daya alam di desa Komunitas Suku Bajo; (4) Pendampingan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya ekonomi yang melimpah.

Hasil penelitian selengkapnya klik di sini

Gambar ilustrasi: Antara/Yudhi Mahatma

Topik Terkait: #Hasil Penelitian

Leave a Response